Pandemi COVID-19 telah menyebabkan disrupsi pada dunia pendidikan di hampir seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Sejak Maret 2020, Pemerintah mengambil kebijakan untuk menutup sekolah demi memutus rantai penularan virus corona. Sejak saat itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerbitkan sejumlah kebijakan agar kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik meski di tengah pandemi. Salah satunya yaitu Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19 melalui Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan No. 15 Tahun 2020 yang berisi prinsip, panduan, metode, serta tanggung jawab dari masing-masing pihak mengenai penyelenggaraan Belajar Dari rumah (BDR) di masa pandemi. Kemendikbudristek juga telah melakukan berbagai upaya untuk mendukung BDR, di antaranya dengan pemberian subsidi kuota internet, pelonggaran regulasi penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), penyediaan program pembelajaran melalui TVRI dan RRI, serta penerbitan kurikulum darurat. Meski demikian, implementasi kebijakan BDR bervariasi dan pada tingkat tertentu tidak optimal.

Walaupun telah berjalan hampir satu tahun, implementasi kebijakan BDR mengalami beragam rintangan. Mulai dari terbatasnya aksesibilitas siswa ke internet, terbatasnya kapasitas guru untuk mengajar jarak jauh, hingga kapasitas orang tua dalam melakukan pendampingan saat pelaksanaan BDR. Di sisi lain, penelitian-penelitian di skala global konsisten menunjukkan bahwa pembelajaran dari rumah, meskipun dilengkapi dengan berbagai fasilitas, memiliki dampak terhadap perkembangan pembelajaran yang sangat sedikit (Engzell, Frey & Verhagen, 2021; Sabates, Carter & Stern, 2021; Kuhfield & Tarasawa, 2020). Maka dari itu, pemerintah pusat memberlakukan kebijakan pembukaan kembali sekolah yang tertuang dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri. SKB 4 Menteri  memaparkan dengan lengkap panduan mengenai pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas, antara lain mencakup kondisi kelas dan protokol kesehatan yang harus diterapkan, waktu PTM dan pembagian rombongan, mekanisme pelaporan, serta tanggung jawab setiap pemangku kepentingan.

Kondisi serta variasi implementasi kebijakan dan potensi kesenjangan belajar ini perlu dipahami oleh pembuat kebijakan di tingkat nasional maupun daerah agar penyesuaian kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah tetap mendukung kesempatan belajar yang adil bagi seluruh siswa. Oleh karena itu, INOVASI bekerja sama dengan Lembaga Penelitian SMERU, melakukan penelitian yang berfokus pada kesiapan serta respons pemerintah daerah terkait pembelajaran dan implementasi kebijakan pusat selama masa pandemi COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi adaptasi kebijakan di daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat di daerah dan implementasinya di TA 2020/2021, serta mengkaji kesiapan pemerintah daerah dalam menghadapi TA 2021/2022. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji upaya dan respons pemerintah daerah agar mendorong aksesibilitas belajar yang setara bagi semua siswa tanpa terkecuali.