Hampir satu dekade terakhir, Lombok Tengah sudah mendeklarasikan dirinya sebagai kabupaten inklusi. Berbagai upaya untuk memberikan kehidupan yang lebih baik pada anak berkebutuhan khusus (ABK) sudah dilakukan, misalnya adalah dengan memperbanyak sekolah inklusi dan mengambil beberapa kebijakan pendukung lainnya seperti mengirimkan guru untuk memperoleh pendidikan inklusi tanpa gelar dan membentuk kelompok kerja inklusi. Namun demikian, data Dinas Sosial (2018) menunjukkan bahwa masih ada ABK yang tidak bersekolah.

Studi ini dilaksanakan untuk mengeksplorasi kehidupan serta kondisi ABK dan implementasi pendidikan inklusi di Lombok Tengah. Tinjauan pustaka dengan menggunakan data sekunder, wawancara, dan diskusi dilakukan untuk mendapatkan fakta lapangan. Berbagai macam aktor baik dari masyarakat, sekolah, dan pemangku kepentingan terlibat menjadi narasumber. Total narasumber untuk wawancara ada sebanyak 55 orang, sementara diskusi ada sebanyak 93 orang dengan jumlah laki-laki dan perempuan relatif seimbang. Dua data sekunder utama yang digunakan adalah Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan data Dinas Sosial.

Laporan lengkap dapat diunduh pada tautan di bawah ini.