Mengusung tema “Pembelajaran Kelas Rangkap di Pendidikan Dasar: Peluang dan Tantangan”, forum diskusi pendidikan ini menyajikan perspektif nasional dan daerah dengan menghadirkan narasumber yaitu guru dan tenaga kependidikan di Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Probolingo), Bupati Probolinggo, Wakil Bupati Sumba Timur, Direktur Pembinaan Guru Dikdas, Ditjen GTK Kemendikbud, serta perwakilan dari program kemitraan pemeritnah Indonesia dan Australia yaitu program TASS dan juga INOVASI.

Melalui program INOVASI, pemerintah Indonesia dan Australia menjalin kemitraan untuk lebih memahami dan mengatasi tantangan belajar di kelas-kelas awal pendidikan dasar, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan literasi dan numerasi siswa. Salah satu upaya untuk atasi tantangan pendidikan yang terus digali oleh INOVASI adalah model pengajaran dan pembelajaran kelas rangkap atau ­multi-grade teaching.

 

Tantangan di Daerah

Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terdiri dari ribuan pulau. Dalam sistem pendidikan, hal yang tidak dapat dihindari adalah penyebaran dan distribusi guru secara merata, yang masih menjadi suatu tantangan yang harus diatasi.

Di banyak sekolah dasar dan madrasah berukuran kecil di Indonesia, mengelompokkan anak-anak dari beberapa jenjang kelas ke dalam satu kelas bisa menjadi salah satu cara agar pendidikan dapat tetap berjalan. Misalnya, menggabungkan kelas tiga dan empat dalam satu kelas. Ini yang disebut dengan model pembelajaran kelas rangkap, yaitu situasi ketika seorang guru harus mengajar lebih dari satu kelas di waktu dan tempat yang bersamaan.

Di Kecamatan Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur, misalnya, ditemukan bahwa jumlah murid yang sedikit umumnya menjadi hal yang melatarbelakangi pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap. Jumlah murid tersebut dipengaruhi oleh kondisi geografis dimana sekolah-sekolah berada pada lokasi yang sulit dicapai sehingga hanya menampung murid dari wilayah setempat. Selain itu, ada kecenderungan bagi masyarakat untuk memiliki anak dalam jumlah sedikit. Hal ini karena tuntutan biaya adat yang besar, serta kondisi ekonomi lemah. Inilah yang membuat jumlah murid di sekolah semakin berkurang. Kecukupan jumlah guru, serta kehadiran dan kemampuan guru untuk mencapai sekolah juga menjadi penentu dilaksanakannya pembelajaran kelas rangkap di beberapa sekolah.

Di Sumba Tengah, ditemukan guru di SD Narita yang menerapkan pembelajaran kelas rangkap karena keterbatasan ruang kelas. Pada praktiknya, guru menggabungkan dua kelas yang berbeda (kelas 1 dan 2; kelas 4 dan 5) pada saat yang bersamaan dan dalam satu kelas pembelajaran dengan materi yang berbeda. Dalam hal ini, kemampuan guru dituntut untuk mampu mengelola kelas dengan baik dan menjadikan siswa aktif sehingga kondisi kelas tidak gaduh atau ada siswa yang tidak belajar karena guru mengajar bergantian kelas. Model pembelajaran tradisional yang berpusat pada guru diubah menjadi pembelajaran berpusat pada anak. Namun, guru masih belum dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan cukup untuk mengajar dengan pola kelas rangkap.

 

Solusi Lokal untuk Tantangan di Daerah

Efisiensi tentu dibutuhkan di seluruh wilayah di Indonesia dalam hal penempatan guru serta rasio guru terhadap siswa. Model pembelajaran kelas rangkap dapat menjadi salah satu solusinya. Namun, guru perlu terlebih dulu memiliki pengalaman melakukan pendekatan pembelajaran aktif, sebelum diperkenalkan dengan model pembelajaran kelas rangkap.

INOVASI dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo, sebagai contoh, saat ini melaksanakan program rintisan pembelajaran kelas rangkap di 8 sekolah-sekolah kecil yang berada di Kecamatan Sukapura. Model pembelajaran kelas rangkap adalah ketika guru mengajar lebih dari satu tingkatan kelas pada saat yang sama di kelas yang sama. Model pendekatan seperti ini sangat penting, terutama di daerah-daerah terpencil dengan populasi penduduk yang sedikit, dan di sekolah-sekolah yang kekurangan guru atau ruang kelas. Model seperti ini juga berguna bagi guru yang ingin melakukan pembelajaran berdiferensiasi untuk siswa dengan kompetensi beragam.

Tujuan program rintisan ini adalah untuk memperbaharui materi pelatihan kelas rangkap, dengan berbekal pengalaman dari program sebelumnya; untuk meningkatkan kinerja KKG dalam memberikan pelatihan dan dukungan; untuk meningkatkan peran pengawas, guru dan kepala sekolah dalam mendukung kegiatan kelas rangkap; untuk mempromosikan pembelajaran yang mengadopsi pendekatan kesetaraan gender dan pendidikan inklusif; serta untuk memulai pelaksanaan kelas rangkap di sekolah-sekolah mitra.

Tidak mustahil bahwa praktik pembelajaran kelas rangkap ini dapat pula diterapkan di daerah lain, tentu dengan pembekalan yang baik agar tujuan peningkatan mutu pembelajaran bisa tercapai. Tentunya, agar praktik baik ini dapat terus berlanjut, sangatlah penting memastikan bahwa model pendekatan kelas rangkap juga didukung dengan kebijakan yang tepat.

“Salah satu upaya untuk atasi tantangan pendidikan yang terus digali oleh INOVASI adalah model pengajaran dan pembelajaran kelas rangkap – yaitu ketika seorang guru mengajar lebih dari satu kelas pada saat yang sama, di kelas yang sama. Kami pun telah melihat komitmen dan dukungan positif dari pemerintah provinsi dan kabupaten, termasuk dari Ibu Bupati Probolinggo dalam mendukung pembelajaran kelas rangkap” jelas Michelle Lowe, Counsellor for Human Development dari Kedutaan Besar Australia Jakarta.

Di berbagai kesempatan Kepala Balitbang Kemendikbud, Totok Suprayitno, menggarisbawahi bahwa wujud nyata dari pelaksanaan program INOVASI nantinya akan tampak dalam proses belajar mengajar di kelas, bukan dalam bentuk mendikte, namun lebih dengan menggali potensi lokal sehingga dapat menemukan pola pengajaran yang cocok bagi anak. Program ini menggunakan pendekatan yang bertujuan untuk menemukan cara-cara yang pas sesuai konteks lokal dalam meningkatkan keterampilan literasi dan numerasi siswa – solusi yang sesuai dengan potensi lokal untuk mengatasi tantangan pembelajaran di daerah.

 

Lembar-Informasi-Media-Temu-INOVASI-15-Mei-2019-Pembelajaran-Kelas-Rangkap_Peluang-dan-Tantangan