Ketika aktivitas pembelajaran berjalan tidak seperti biasanya, kepala sekolah dan para guru mesti keras untuk mencari cara agar para siswanya bisa tetap belajar. Itu seperti yang dialami oleh Pak Haryono, S.Pd, Kepala Sekolah SDN 29 Woja di Kabupaten Dompu, Provinsi NTB. Sepekan setelah turunnya instruksi dari pemerintah pusat untuk belajar dari rumah, dia langsung mempersiapkan model pembelajaran khusus.

“Waktu itu sebenarnya surat edaran dan petunjuk dari Dinas pendidikan sini belum turun. Tapi kami di sekolah sudah berinisiatif untuk mulai mencoba beberapa cara dengan menyesuaikan dengan kondisi para siswa kami. Kasihan siswa kami, mereka bosan juga kalau terus-menerus di rumah tanpa aktifitas”. Cerita Pak Haryono.

Pada awalnya Pak Haryono mencoba model pembelajaran ‘daring’. Cara ini ternyata tidak efektif karena mayoritas siswanya tidak punya akses ke handphone yang memungkinkan untuk melakukan itu. Jikapun mereka mempunyai fasilitas itu, banyak pula yang tidak paham cara penggunaannya. Dari kondisi itu Pak Haryono menarik kesimpulan bahwa metode pembalajaran daring tidak memungkinkan untuk diterapkan.

Kunjungan langsung ke rumah-rumah siswa juga sudah sempat coba diterapkan. Hanya saja, model ini ternyata dipandang tidak efisien dalam pelaksanaannya. Menurut Pak Haryono, lebih banyak waktu terbuang dalam perjalanan dari rumah ke rumah siswa. Ini membuat waktu kunjungan menjadi sedikit. Model ini juga ternyata membuat para guru kelelahan karena harus berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lain. Belum lagi faktor resiko karena guru mesti bertemu orang-orang di tempat yang berbeda-beda

Pilihan yang diambil oleh pak Haryono kemudian adalah apa yang disebutnya sebagai ‘Pembelajaran Luar Kelas’. Pada model ini, siswa datang ke sekolah tapi tidak serempak. Tiap kelas datang secara bergilir. Dalam satu hari hanya ada satu kelas yang boleh datang.

Sebuah area di halaman sekolah kemudian diatur sedemikian rupa supaya anak-anak dan guru bisa berada pada jarak aman satu dengan yang lain. Mereka ke sekolah untuk menerima materi pelajaran sekaligus tugas yang nantinya mereka kerjakan di rumah selama satu pekan ke depan. Semua proses ini dilakukan dengan memperhatikan prosedur kesehatan yang sudah ditetapkan.

“Semua proses ini berlangsung di luar ruangan kelas dan waktunya sangat pendek, maksimal satu jam untuk sekali pertemuan. Di situ, para siswa mendapat sedikit petunjuk soal materi pelajaran dan mereka kemudian pulang ke rumah dengan tugas-tugas yang akan diperiksa pada pekan berikutnya. Selama di sekolah, semuanya mengenakan masker dan kami menyediakan tempat cuci tangan.” cerita Pak Haryono.

Para guru hanya datang ke sekolah jika hari itu memang giliran kelasnya. Pak Haryono sendiri sebagai Kepala Sekolah datang tiap hari untuk mengecek dan mematikan proses belajar di luar kelas ini berjalan sesuai prosedur yang sudah dia buat.

Bagi Pak Haryono, pembelajaran yang mereka lakukan ini lebih pada upaya untuk memastikan para siswanya tetap berada dalam keadaan belajar. Sebab memang tidak mungkin lagi untuk mengejar target kurikulum. Agar tidak terlalu jauh tertinggal, Pak Haryono mengarahkan para guru di sekolahnya untuk membuat LKS dan tugas-tugas yang berisikan materi pembelajaran yang belum sempat di pelajari sebelumnya.

Kedepannya, jika kondisi pendemi ini belum berubah, Pak Haryono masih akan mempertahankan model pembelajaran seperti yang sudah mereka lakukan selama pendemi ini. Model inipun, menurutnya, sudah direplikasi di sekolah-sekolah lain di Kecamatan woja.

“Beberapa waktu lalu, saya mengkomunikasikan apa yang sudah kami lakukan di SDN 29 Woja ini dengan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dikpora di daerah kami. Saya berbagi pengalaman dan saling menginspirasi dengan para kepala sekolah lain. Saya kemudian melihat, apakah yang kami lakukan itu juga sudah dilakukan di sekolah-sekolah lain,” papar Pak Haryono yang juga Fasda INOVASI Kabupaten Dompu ini.