Bagi Ziadah, menulis adalah panggilan hati. Ia adalah salah satu penulis dari 15 buku cerita bergambar yang diterbitkan kemitraan Australia – Indonesia, INOVASI, dari rangkaian lomba dan pelatihan Hari Aksara Internasional (HAI) bersama dengan asosiasi dosen LPTK NTB yang digelar di tahun 2020 lalu. Tahun ini, buku-buku cerita anak tersebut dicetak untuk dinikmati anak-anak sekolah lebih luas lagi. Hasil karya Ziadah berjudul ‘Ijo Balit dan Sepasang Sungai’ berkisah tentang seseorang yang berhasil menyediakan air di kampungnya yang kekeringan.
“Ini adalah pengalaman pertama saya mengikuti pelatihan inkubasi penulisan bersama mentor hebat. Tips-tips menulis buku anak yang diberikan selama pelatihan ini sangat berguna bagi saya. Satu tips yang paling saya ingat dari mentor saya adalah bahwa untuk menulis cerita anak itu mulailah dari yang paling dekat dengan keseharian mereka,” Kenang Ziadah.
Tidak hanya mendapat hadiah, Ziadah dan penulis-penulis yang masuk menjadi favorit kemudian mendapat kesempatan untuk mengikuti workshop penulisan yang dimentori oleh penulis-penulis cerita anak yang ada di bawah naungan Forum Lingkar Pena (FLP). Selama beberapa pertemuan mereka dibekali dengan pengetahuan tentang bagaimana menulis untuk anak-anak. Tulisan-tulisan mereka pun dipoles agar sesuai dengan kebutuhan anak.
Cerita ‘Ijo Balit dan Sepasang Sungai’ menceritakan tentang Ijo Balit yang berhasil menemukan sumber air bagi kampungnya yang mengalami kelangkaan air. Dilandasi rasa duka kehilangan anak dan istrinya yang meninggal saat istrinya mencari air, Ijo Balit bertekad untuk membawa akses air ke kampung mereka. Menurut Ziadah inspirasi dari cerita ‘Ijo Balit dan Sepasang Sungai’ ini datang dari kisah nyata di Pulau Lombok. Aspek muatan lokal begitu terasa di cerita ini, dan baginya, ini sangat penting ketika anak-anak mulai belajar tentang banyak hal. Sebab dengan cerita-cerita seperti itu, anak-anak bisa mengenal lebih dahulu apa-apa yang ada di lingkungannya.
“Ini juga akan menghadirkan kebanggaan tersendiri bagi mereka anak-anak itu kepada daerahnya, budayanya dan asal-usul mereka,” Ujar Ziadah
Aktifitas menulis ini sendiri memang sudah menjadi bagian penting dari kehidupan Ziadah. Dia percaya bahwa dirinya dilahirkan untuk menulis. Di luar cerita anak, pengalaman kepenulisannya memang sudah lumayan panjang dengan jenis karya yang beragam. Salah satu yang dilakoninya di masa-sama awal menulis adalah sebagai ‘travel writer’ yaitu menulis tentang tempat-tempat destinasi wisata yang menarik. Hanya saja, beberapa tahun bergelut di situ, Ziadah seperti tidak menemukan kepuasan dari karya-karyanya.
Dia kemudian mencoba untuk membuat tulisan-tulisan dengan genre lain, termasuk mulai menulis cerita-cerita untuk anak. Ketika bekerja menjadi guru sekolah dasar di satu sekolah internasional di Mataram, dorongan untuk menulis cerita anak terasa mulai menguat. Pasalnya, dia melihat bahwa di sekolah tempatnya mengajar itu ada begitu beragam buku bacaan anak untuk berbagai tingkat kemampuan mereka. Fasilitas ini menurutnya, belum dimiliki oleh kebanyakan anak-anak di Indonesia. Di sekolah-sekolah umumnya, belum banyak buku bacaan yang tersedia, apalagi yang berjenjang. Keadaan ini yang membuat Ziadah merasa terpanggil untuk menjadi bagian dari solusi.
Ketika mengetahui bahwa kondisi literasi anak-anak di NTB masih jauh dari harapan dan minimnya ketersediaan bahan bacaan yang sesuai untuk mereka, keinginannya menghasilkan buku cerita anak semakin menguat. Tahun ini dia terpilih menjadi penerima beasiswa dari pemerintah Australia untuk belajar di sana. Setelah masa pandemi dapat diatasi dengan lebih baik, dia akan memulai perjalanan barunya menimba ilmu untuk menyelesaikan studi pasca sarjananya di Sydney. Jurusan yang Ia pilih adalah Applied Lingustics and Teaching English to Speakers of Other Language di Macquarie University.
“Kampus yang saya pilih nanti itu memiliki jurusan ‘Children Literature’ dan itu satu-satunya di Australia. Ini akan menjadi kesempatan bagus bagi saya untuk bisa menambah ilmu, sekaligus memperkenalkan cerita-cerita anak Indonesia di sana, khususnya yang sudah saya buat”, Papar Ziadah.
Di masa penantiannya sebelum berangkat ke Australia, dia terus produktif menghasilkan cerita-cerita anak.
“Ada cukup banyak stok cerita anak yang saya punya selama pandemi ini, sekitar 18 cerita. Selain itu, ada 3 buku yang sudah dipublikaskan tahun ini yang saya juga terlibat di dalamnya,” Cerita Ziadah. Tak berhenti di situ, bersama rekan-rekannya di komunitas kreatif NTB, Ziadah dan rekan-rekannya telah membuat sejumlah buku audio visual yang sudah disebarkan secara luas di sekolah-sekolah yang ada di NTB.
Menulis bagi anak-anak memang seperti sudah menjadi takdir yang akan terus dipilih oleh Ziadah. Bagaimanapun dan kemanapun kiprahnya nanti berlanjut, dia sudah bertekad bahwa menulis akan selalu menjadi bagian dari hidupnya.
Untuk membaca hasil karya Ziadah, klik di bawah ini.