Kelas tanpa kursi dan meja hanya beralaskan terpal warna oranye menjadi pemandangan sehari-hari Seniati, guru Kelas 1 SDN 4 Tegal Maja, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara. Gempa yang mengguncang Lombok Utara bulan Agustus 2018 lalu meruntuhkan gedung sekolah tempatnya mengajar. Namun, semangat mengajarnya tidak luntur. Bahkan Seniati mengajar di kebun sementara bangunan permanen sekolahnya dibangun. Mei 2019, Seniati sudah kembali mengajar di sekolah permanen yang dibangun oleh pemerintah.
“Karena gempa itu sekolah kita hancur semua. Meja-meja sudah tidak ada. Setelah itu kita belajar di kebun. Pakai terpal. Di kebun kita belajar selama 3 bulan. Ada tenda kecil tetapi hanya satu dan kita pakai untuk kantor saja,” ungkap Seniati mengenang masa-masa awal mengajar setelah gempa.
Seniati adalah guru yang mengikuti program Saya Suka Membaca (SSM) yang diimplementasikan oleh mitra INOVASI, Yayasan Tunas Aksara. Program SSM bertujuan untuk membekali para guru dampingan dalam upaya meningkatkan kemampuan literasi kelas awal seperti mengenal huruf, mengeja, membaca suku kata melalui buku panduan, poster dan kartu huruf yang disampaikan dengan metode menarik dan menyenangkan.
“Di SSM saya banyak belajar hal-hal yang belum pernah saya dapat di tempat lain. Ada lagu-lagu dan metode cara mengajar yang berbeda. Ada kartu-kartu huruf dari SSM sebagai media. Buku panduan untuk mengajar sudah disiapkan. Kita tinggal mengikuti instruksinya. Itu sangat mempermudah dalam mengajar,” jelas Seniati.
Kebanyakan muridnya berjalan kaki ke sekolah dengan jarak tempuh 30 menit yang terkadang membuat pelajaran dimulai terlambat. Mengajar di sekolah dengan akses sulit tentu tidak mudah, tetapi tantangan itu tidak melunturkan semangat Seniati untuk tetap memberi yang terbaik bagi murid-muridnya. Metode yang diajarkan melalui program SSM membantunya untuk terus berupaya memberi metode mengajar yang menarik untuk anak didiknya. Tak jarang dia memodifikasi materi-materi tertentu agar siswanya lebih partisipatif.
“Saya bagi siswanya per kelompok. Kemudian saya bagi masing-masing kartu huruf dan saya minta mereka untuk sebutkan bunyinya kemudian saya ajarkan mereka gerakan-gerakan tertentu. Sebelum mereka pulang saya berikan mereka kartu huruf dan siapa yang bisa menyebutkan bunyinya baru bisa lebih awal untuk pulang. Saya lakukan ini untuk mengajarkan mereka tentang bunyi huruf,” ungkapnya.
Seniati berujar bahwa melalui metode-metode yang diajarkan program SSM telah membantu meningkatkan tingkat literasi siswa-siswinya dan ada perubahan yang signifikan di diri anak didiknya.
“Banyak sekali perubahan dalam diri siswa setelah ada pelajaran dari SSM. Sebelumnya mereka kurang bersemangat. Setelah ada SSM, mereka bersemangat untuk belajar. Bahkan mereka datang lebih awal. Sebelum dipraktikkan metode SSM, ada tes dari SSM dan banyak siswa yang belum mengenal huruf. Tetapi setelah SSM itu saya terapkan di kelas, hampir semua siswa sudah bisa. Sebelumnya mereka juga pasif, kurang bersemangat. Tetapi setelah ada SSM mereka kalau kita tanya banyak yang angkat tangan,” urai Seniati.