Inisiatif untuk mengumpulkan barang-barang bekas dilakukannya melihat kondisi kelasnya yang kosong. Kondisi ini sudah berlangsung sejak ia diminta oleh sekolah untuk mengajar sebagai guru kelas 2 pada 2010 lalu. Yandri sebenarnya adalah penyuluh agama yang ditugaskan untuk mengajar sekolah minggu yang ada di dekat SD Negeri Patembu. Namun karena sekolah kekurangan guru, ia kemudian diminta untuk mengajar siswa kelas 2.

Setelah barang-barang terkumpul, Yandri bersama rekan-rekan guru kelas awal lainnya mengubah barang-barang bekas tersebut menjadi bahan bacaan dalam berbagai bentuk dan penggunaan. Ada yang dijadikan ‘pojok pasar’ di mana siswa-siswa belajar membaca dari tulisan-tulisan yang ada di kemasan makanan dan minuman. Ada yang dibuat menjadi ‘kartu kata’ dan ditempel di dinding kelas menjadi tembok kata. Ada pula ‘pohon ilmu’ di mana anak-anak belajar mengenal kata yang berhubungan satu sama lain.

Kehadiran berbagai media pembelajaran tersebut terbukti meningkatkan semangat belajar siswa di kelas. “Anak-anak tidak mau keluar saat bel istirahat berbunyi. Mereka tetap di dalam kelas dan mencoba membaca tulisan-tulisan yang ada di berbagai media,” kata Yandri. Bukan hanya siswa kelas 2 saja yang tertarik dengan media tersebut. Siswa-siswa kelas tinggi pun ikut masuk ke kelas 2 saat jam istirahat untuk membaca pajangan-pajangan yang ada.

Tidak hanya itu, penggunaan media tersebut ternyata membantu siswa untuk mengenal huruf dan kata dengan cepat. ‘Tembok kata’ misalnya. Setiap kata yang ada di tembok kata dilengkapi dengan ilustrasi yang sesuai sehingga memudahkan siswa untuk mengenal kata atau huruf tertentu. Huruf A, misalnya, diperkenalkan melalui kata Ayam dan disertai dengan gambar ayam. Pemilihan kata dan ilustrasi yang digunakan bertujuan untuk memudahkan siswa menghubungkan apa yang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari.

Bahan lain seperti kemasan air mineral digunakan untuk memperkaya perbendaharaan kata siswa. Agar lebih menarik, Yandri mewarnai kemasan air tersebut lalu membuatnya menjadi semacam hiasan dan dipajang di kelas.

“Ini apa?” tanya Yandri sambil membentangkan kemasan air yang telah dirangkai.

“Gelassssssssss,” jawab siswa secara serentak.

“Ini kata gelas, huruf awalnya apa?” lanjut Yandri bertanya.

“Geeeeeeee,” sekali lagi siswa menjawab bersamaan.

“Kata apa lagi yang huruf awalnya G?” Yandri kembali bertanya.

Siswa lalu bersahut-sahutan, mengatakan kata-kata lain yang berawalan huruf G.

Menurut Yandri, peningkatan kemampuan siswa dapat diamati dari perkembangan kemampuan membaca mereka. Ia mengaku sebelum program Literasi Kelas Awal kerja sama Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah dengan INOVASI dimulai, masih ada siswanya yang belum mengenal semua huruf. Namun berkat pelatihan dan pendampingan yang ia peroleh, berbagai macam ide pun muncul untuk membuat kegiatan pembelajaran lebih bermakna. Berkat media yang Yandri kembangkan dan strategi pembelajaran yang telah ia pelajari selama pelatihan, siswa-siswanya sudah bisa membaca suku kata bahkan sudah ada yang bisa membaca kalimat sederhana, meski belum lancar.

Selain itu, perubahan juga terjadi pada siswa kelas tinggi yang kerap berkunjung dan membaca di ruang kelas 2. Diakui Yandri, saat itu, masih ada siswa kelas tinggi yang kesulitan membaca. Perubahan yang terjadi adalah siswa kelas 2 tersebut akhirnya bisa membaca setelah rutin membaca dengan bantuan media-media pembelajaran.

Keberhasilan ini mendorong guru-guru yang mengajar di kelas tinggi mereplikasi apa yang dilakukan oleh Yandri dan guru kelas awal lainnya. Mereka pun kemudian turut berupaya membuat kelas mereka menjadi literat.