Di balik senyum ramahnya, Muhammadun, Kepala SD Peduli Anak, menyimpan semangat yang kuat untuk mengubah masa depan anak-anak di sekolahnya, sebuah sekolah yang terletak di Desa Langko, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Sebagai kepala sekolah, mengelola sekolah ini bukanlah perkara mudah untuk Muhammadun. Mayoritas murid SD Peduli Anak berasal dari latar belakang keluarga yang sulit, ekonomi rendah, anak jalanan, dan berhadapan dengan berbagai masalah sosial. Tantangan terbesar yang ia hadapi adalah banyak siswa tidak terampil membaca, bahkan hingga kelas enam. Namun, bagi Muhammadun, tantangan ini bukanlah halangan, melainkan panggilan untuk berinovasi.

Seiring waktu, Muhammadun dan para guru di sekolah tersebut  menyadari bahwa metode pembelajaran tradisional tidak cukup efektif untuk membantu anak-anak ini. Mereka mencoba berbagai pendekatan, termasuk memberikan pelajaran membaca tambahan setelah jam sekolah. Namun, hasilnya masih jauh dari harapan. Kebanyakan siswa masih kesulitan membaca, yang pada gilirannya menghambat mereka memahami pelajaran lain. Dalam upaya menemukan solusi, pada tahun 2020 Muhammadun bertemu dengan Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), sebuah program kemitraan antara pemerintah Australia dan Indonesia. Di sinilah titik balik itu dimulai.

Melalui INOVASI, Muhammadun diperkenalkan dengan metode pembelajaran berdiferensiasi yang dimulai dengan asesmen Teaching at the Right Level (TaRL). Salah satu dari strategi pembelajaran berdiferensiasi ini adalah dengan menggunakan buku bacaan berjenjang. Dalam melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi di SD Peduli Anak, guru menggunakan buku bacaan berjenjang sebagai sumber belajar. Penggunaan buku berjenjang ini menjadi komponen penting untuk meningkatkan kemampuan membaca anak. Penggunaan buku yang sesuai jenjang kemampuan akan membuat anak senang membaca, menambah kosa kata, dan memperkuat pemahaman. Dalam implementasinya di kelas, anak akan dikelompokkan sesuai level kemampuan membacanya. Setelah itu, mereka akan diberikan buku sesuai level kemampuan mereka. Siswa kelompok pemula misalnya, menggunakan buku cerita bergambar. Guru yang akan membacakan cerita. Sedangkan siswa yang sudah mengenal paragraf dan cerita diberikan buku bergambar dengan teks. Siswa membaca secara mandiri.

Kepala Pusat Perbukuan (Kapusbuk), BSKAP Kemendikbudristek Supriyatno dalam dalam webinar Silaturahmi Merdeka Belajar bertema “Perjalanan Membaca di Balik Perjenjangan Buku,” (Kamis, 13/7/2023) mengatakan perjenjangan buku merupakan sebuah upaya memberikan bahan-bahan bacaan yang disesuaikan dengan tahap kemampuan, perkembangan, dan minat pembaca. Disesuaikan dengan tingkat kesulitan, kompleksitas, dan konten yang cocok untuk memastikan pembaca dapat mengakses, memahami, dan menikmati isi buku dengan baik. Upaya ini dilakukan untuk menumbuhkan kecintaan siswa dalam membaca buku.

Buku bacaan berjenjang ini merupakan strategi pendukung metode pembelajaran berdiferensiasi yang membantu para guru di SD Peduli Anak menilai kemampuan membaca siswa dan mengelompokkan mereka berdasarkan level kemampuan (dari Pemula, Huruf, Kata, Paragraf, hingga Cerita). Alih-alih menggunakan istilah level yang mungkin dapat menurunkan semangat anak-anak, Muhammadun memilih menamai kelompok-kelompok tersebut dengan nama-nama buah, yang lebih menyenangkan dan dapat diterima oleh anak-anak.

Pendekatan ini memungkinkan siswa belajar dalam kelompok sesuai dengan kemampuan mereka, dengan kurikulum yang disederhanakan pada tiga bulan pertama di semester awal. Setiap bulan, sekolah melakukan asesmen untuk menilai perkembangan kemampuan membaca siswa. Jika menunjukkan kemajuan, siswa dipindahkan ke kelompok yang lebih tinggi. Pembelajaran literasi ini berlangsung setiap hari dari pukul 07.30 hingga 11.00, sebelum dilanjutkan dengan kegiatan belajar reguler.

Hasilnya sangat menggembirakan. Para siswa mulai menunjukkan peningkatan kemampuan membaca yang signifikan, yang juga berdampak positif pada keaktifan mereka dalam kegiatan belajar di kelas. Yulianti, S.Pd., guru kelas 4 di SD Peduli Anak, menyaksikan sendiri perubahan ini. “Adanya pembelajaran berdiferensiasi sangat memudahkan para guru. Anak-anak juga lebih tertarik dan bersemangat untuk belajar membaca karena berkumpul dengan teman satu level,” ujarnya. Ia juga mencatat bahwa murid-murid menjadi lebih berani bertanya dan mengungkapkan pendapat mereka, sebuah perubahan besar dari sikap pasif sebelumnya.

Muhammadun menyadari bahwa kunci keberhasilan ini terletak pada pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan setiap anak. Dengan bantuan INOVASI, para guru kini memiliki pemahaman yang lebih baik tentang cara mengases, mengelompokkan, dan memberikan materi sesuai kebutuhan siswa. Hal ini juga sejalan dengan prinsip Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) yang mulai diterapkan di sekolah ini, meskipun fokus utama Muhammadun saat ini tetap pada penguatan literasi.

Dedikasi Muhammadun dalam dunia pendidikan tidak hanya berhenti di SD Peduli Anak. Ia kini juga berperan sebagai fasilitator daerah INOVASI di Kabupaten Lombok Barat, berbagi praktik baik yang diterapkan di sekolahnya ke seluruh SD di Kecamatan Lingsar. Pada Februari 2023, ia bahkan memperluas dampak dari program ini dengan memberikan pelatihan kepada sekolah lain, berkolaborasi dengan para pengawas.

“Saya sampaikan yang saya alami dan dapatkan dari pelatihan INOVASI sebelumnya. Bentuknya pelatihan dan penerapan. Pengawas langsung menilai yang kita sampaikan,” tutur Muhammadun. Dengan tekadnya yang kuat, ia tidak hanya menciptakan perubahan di sekolahnya sendiri tetapi juga membuka jalan bagi banyak sekolah lain untuk mengikuti jejaknya, membawa harapan baru bagi anak-anak yang sebelumnya terpinggirkan.

Kisah Muhammadun dan SD Peduli Anak ini adalah bukti nyata bahwa dengan pendekatan yang tepat, setiap anak dapat memiliki kesempatan untuk belajar dan berkembang sesuai potensinya. Dan bagi Muhammadun, perjuangan ini adalah panggilan hatinya untuk memberikan yang terbaik bagi masa depan anak-anak Indonesia.