Rufina Kaleka telah mengabdi sebagai guru di SD Katolik Mata Kapore selama tujuh (7) tahun terakhir. Sekolah ini terletak di Desa Mata Kapore, Kecamatan Kodi Bangedo, Kabupaten Sumba Barat Daya. Meski desa tersebut termasuk desa kecil yang terpencil, tidak ada kesulitan berarti bagi Rufina untuk mengakses sekolah karena ia sendiri merupakan penduduk lokal dan tinggal tidak jauh dari lokasi sekolah.

Meski demikian, menjadi seorang guru sekolah di daerah terpencil penuh dengan tantangan. Hal ini yang dialami oleh Rufina di SD Katolik Mata Kapore. Dari segi fasilitas misalnya, jangankan gedung sekolah yang bagus, meja dan kursi saja masih kurang sehingga siswa harus duduk berdesakan saat pembelajaran berlangsung. Tentu ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi siswa. Belum lagi jauhnya jarak rumah mereka ke sekolah sehingga seringkali terlambat tiba di sekolah dan tentunya kehilangan kesempatan belajar.

Tantangan unik di sekolah seperti SD Katolik Mata Kapore adalah bahasa pengantar pembelajaran. Pasalnya, semua siswa menggunakan bahasa Kodi dalam kesehariannya, termasuk di sekolah. Sementara bahasa pengantar pembelajaran adalah bahasa Indonesia. Namun para siswa justru merasa tidak percaya diri saat pembelajaran berlangsung, apalagi saat diminta untuk berbicara. Ketidaktersediaan bahan-bahan pembelajaran dalam bahasa Kodi juga menjadi tantangan. Media belajar yang tersedia hanya buku berbahasa Indonesia. Rufina sendiri mengakui bahwa kemampuan mengajarnya sebagai seorang lulusan SMA memang masih perlu terus ditingkatkan, apalagi terkait dengan penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa transisi.

SD Katolik Mata Kapore adalah salah satu sekolah dampingan Program Pembelajaran Multibahasa Berbasis Bahasa Ibu (PMB-BBI) yang diimplementasikan oleh Suluh Insan Lestari (SIL) bersama INOVASI di Kabupaten Sumba Barat Daya. Bahasa Kodi saat itu masih merupakan bahasa yang hanya diucapkan sehingga jika akan digunakan dalam pembelajaran diperlukan sebuah sistem ejaan bahasa atau ortografi. Penyusunan orotgrafi bahasa Kodi pun menjadi langkah awal dari program tersebut.

Melalui pendampingan program ini, guru-guru termasuk Rufina mengikuti sejumlah pelatihan terkait bagaimana mengadakan pembelajaran dengan menggunakan bahasa ibu sebagai pengantar, termasuk pelatihan menulis cerita kreatif dalam bahasa Kodi. Cerita-cerita yang dihasilkan oleh para guru kemudian dituangkan dalam bentuk buku cerita. Buku tersebut tidak hanya hadir dalam bentuk fisik tapi juga dalam bentuk digital yang bisa diakses melalui tablet yang juga disediakan SIL. Menariknya cerita-cerita tersebut sudah dibuat dwibahasa, bahasa Kodi dan bahasa Indonesia.

Selain cerita-cerita tersebut, berbekal pengetahuan yang didapatkan selama pelatihan, Rufina dan guru lainnya mengembangkan media pembelajaran lainnya untuk menciptakan suasana kelas yang lebih menarik, seperti pojok baca, pohon ilmu, abjad dalam bahasa Kodi, buku bergambar, papan permainan, dan hiasan dinding bertema pendidikan. Guru-guru juga dibantu dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang kontekstual tapi tetap mengacu pada Kurikulum 2013.

Menurut Rufina, perubahan pendekatan pembelajaran oleh guru dan adanya berbagai media pembelajaran pendukung membuat siswa termotivasi untuk belajar. Antusiasme mereka untuk mengenal lebih jauh media pembelajaran yang ada termasuk bagaimana menggunakan tablet membuat mereka semakin antusias. Perlahan, kepercayaan diri mereka pun terbangun.

Rufina berharap agar upaya yang dilakukan bisa membuat siswa lebih cepat memahami pembelajaran sehingga mampu menjadi generasi yang cerdas dan memiliki masa depan yang lebih baik.