Pusat Studi Gender dan Perlindungan Anak (PSGPA) Unversitas Muhammadiyah Kabupaten Sidoarjo (UMSIDA) yang berdiri sejak 2010 dengan mengawali kegiatan pemberdayaan perempuan di wilayah 3T (terdepan, terpencil tertinggal) di Kabupaten Sidoarjo. Namun pada perkembangannya, PSGPA juga terlibat aktif dalam program perlindungan anak dan kekerasan terhadap perempuan.

Untuk lebih mengembangkan sayapnya dalam bidang pendidikan, PSGPA bekerjasama dengan Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) dalam menyusun modul ‘Sekolah Responsif Gender’ sejak Juni 2021.

Ketua PSGPA Kemil Wachidah, M. Pd menjelaskan tujuan kerjasama ini adalah meningkatkan kapasitas tim UMSIDA dalam mengembangkan modul ‘Sekolah Responsif Gender’, mengelola kegiatan dan melakukan pendampingan program sekolah responsif gender di sekolah.

Pada 19-21 November 2021, UMSIDA dan INOVASI membedah modul yang sudah disusun untuk penyempurnaan dan lebih adaptif untuk sekolah.

“Tidak mudah merancang dan menyusun modul Sekolah Responsif Gender, dimana untuk UMSIDA dan INOVASI ini merupakan modul yang pertama sehingga beberapa kali mengalami revisi. Tetapi melalui kegiatan, ini kami mendapatkan banyak pengalaman berharga,” terangnya.

Kemil mengungkapkan bahwa yang paling penting dalam implementasi modul ini adalah perubahan pola pikir kepala sekolah dan guru dalam merespon gender dalam kegiatan-kegiatan di sekolah. Misalnya dalam peraturan dan kebijakan sekolah, sarana dan prasarana, merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), serta dalam proses pembelajaran sehari-hari yang lebih responsif gender. Salah satu contoh konkrit adalah dalam kegiatan sekolah sehari-hari dimana peran peserta didik perempuan tidak selalu harus mengerjakan tugas yang terlanjur menjadi stereotip perempuan seperti menyapu kelas, menulis atau menjadi bendahara. Namun memberikan kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki dalam semua tugas yang diberikan oleh pendidik.

Nantinya akan ada 10 sekolah mitra yang akan di dampingi oleh PSGPA dalam rangka mengimplementasikan modul ini.

Pendamping Ahli Bidang Islam dan Gender dari INOVASI Lies Marcoes Natsir, MA mengungkapkan modul ini akan sangat menarik karena isu gender telah semakin kuat di masyarakat. Apalagi saat ini pemerintah sedang menggalakkan program pendidikan karakter dimana isu gender masuk di dalamnya.

“Tantangan yang terbesar dalam implementasinya di sekolah nanti adalah bagaimana isu gender ini dapat diterima dengan baik oleh sekolah dan diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari,” terang aktivis gender yang sudah berpengalaman selama lebih dari 30 tahun.