“Rasanya sedih kalau ada anak yang tidak bisa membaca,” demikian kata Wariul Hasanah, S.Pd.I., seorang guru di SDN Repok Puyung, Lombok Tengah, NTB. Guru kelas satu ini berusaha memberi yang terbaik kepada anak didik meski dengan kondisi sekelilingnya yang kurang mendukung.

Kondisi ruang kelas yang minim dan kurang nyaman, serta kurangnya media pembelajaran tidak menghalanginya untuk terus berusaha demi siswanya. Dengan kreativitas dan dukungan dari para fasilitator program (Fasda) INOVASI, Wariul membuat media-media pembelajaran, misalnya kartu huruf, big book, kartu bergambar, atau media pembelajaran dari bahan lokal seperti biji-bijian yang digunakan untuk mengajarkan siswa berhitung.

“Dari sisi pengelolaan kelas dan merancang kelas, ada perubahan. Tadinya kelas kosong, tapi sekarang ada media pembelajaran. Ada kartu kata, ada kartu bergambar. Semuanya itu dibuat sejak program INOVASI hadir,” kata Wariul Hasanah, guru kelas 1 SDN Repok Puyung, Lombok Tengah, NTB.

Dalam hal menghadapi siswanya, perubahan pun terjadi dalam diri Wariul. Menyadari bahwa anak-anak cenderung cepat bosan, ia pun terpikir untuk memanfaatkan gambar untuk mendorong siswanya bercerita. Wariul kini banyak memanfaatkan media pembelajaran.

Wariul menyampaikan bahwa perubahan yang terjadi tidak hanya di ruang kelasnya, tetapi juga pada anak didiknya. Mereka kini lebih memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat.

“Setelah mengikuti program INOVASI, saya terpikir untuk memberikan media gambar pada siswa saya. Sekarang, siswa saya pun berani berbicara, mengeluarkan pendapatnya. Saya berikan gambar pantai, mereka pun minta dibacakan cerita tentang pantai. Terlihat sekali minat belajar anak-anak meningkat, mereka pun tampak lebih semangat belajar,” kata Wariul.

Melalui pelatihan yang difasilitasi INOVASI, Wariul mendapat pemahaman cara pengelelolaan kelas dan menghadapi siswa serta keterampilan menghasilkan media pembelajaran. Pelatihan yang diberikan adalah terkait pembelajaran literasi kelas awal serta pengidentifikasian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) – yang merupakan bagian dari program rintisan Pembelajaran Inklusif atau dikenal dengan nama program SETARA.

“Bagi anak-anak yang tidak mau menulis, tidak mau bergaul dengan temannya, dari INOVASI saya mendapat pemahaman tentang pendidikan inklusi. Jadi, saya tahu bahwa ada anak-anak dengan kondisi seperti itu, sehingga saya pun tidak memaksakan.”

Wariul juga mengakui bahwa ada seorang siswanya yang memiliki hambatan belajar. Siswa ini tidak hanya kesulitan bersosialisasi dengan rekan sebayanya, tapi juga belum bisa membaca. Namun, Wariul membimbing siswa tersebut dengan sabar dan telaten. Upayanya pun menghasilkan perubahan. Siswa tersebut kini sudah mampu mengenali huruf.

Di kelas Ibu Wariul, dari total 22 siswa yang diajarnya ada 8 orang siswa yang sudah lancar membaca. Sementara itu, 9 orang siswa masuk dalam kategori pelan dalam membaca, dan selebihnya baru bisa membaca suku kata. Namun, Wariul optimis bahwa siswanya di kelas 2 nanti akan lancar membaca. Hal tersebut tentunya berdasarkan pengalamannya selama ini.

Selama 12 tahun mengajar siswa kelas 1, sedikit pun tidak pernah membuat Wariul merasa bosan. Ia senang mengajarkan siswanya, selain itu setiap tahun siswa yang diajar pun berbeda. Alasan lainnya adalah karena Wariul ingin menjadi seseorang yang bisa membimbing anak-anak di lingkungannya hingga bisa membaca, menulis, dan berhitung. Hal ini dilakukan Wariul selepas jam belajar di sekolah, yakni dengan membimbing anak didiknya yang masih belum lancar membaca.

Selain mendapatkan ilmu dan keterampilan dari pelatihan-pelatihan INOVASI, Wariul juga mendapatkan rekan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam mengajar.

“Melalui pelatihan INOVASI, kami para guru jadi bisa saling bertukar pikiran. Saya, yang semula tidak pernah mencoba, jadi ingin mencoba melakukan suatu untuk kegiatan belajar yang lebih baik. Pengetahuan bertambah, selain itu juga jadi banyak teman,” jelas Wariul.
Wariul pun berharap agar pelatihan INOVASI, dengan dukungan pemerintah setempat, dapat terus berlangsung. Hal ini karena ia merasa bahwa pelatihan-pelatihan tersebut bermanfaat untuknya dan rekan-rekan guru lainnya.