Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Halaman gereja GKII di Desa Taras tampak sepi. Anak-anak belum ada yang tampak. Mereka pasti masih di rumah dan berenang di sungai. Padahal hari ini kami sudah janjian membaca buku di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Ileh Taking. Dalam bahasa Dayak, Ileh Taking artinya pelangi.
Di desa kami, pegiat punya dua trik memanggil anak datang ke TBM. Pertama, satu hari sebelumnya kami sudah memberi pengumuman melalui Whatsapp group warga desa. Orang tua diminta mengirimkan anaknya ke TBM. Kedua, kami pakai musik. Begitu pelantang saya bunyikan, dan lagu Ge Mu Pa Mi Re berkumandang, satu per satu anak datang ke halaman gereja. Tidak sampai 10 menit, puluhan anak sudah berkumpul. Ya, inilah cara kami memulai kegiatan membaca di Desa Taras.
TBM biasanya kami buka dua kali seminggu selama dua jam di sore hari. Kegiatan TBM tidak selalu hanya membaca buku. Kami memulainya dengan menari bersama terlebih dahulu. Orang Dayak senang menari. Jadi kami pakai cara itu untuk menarik perhatian anak.
Setelah berjoget ria dan hati gembira, kegiatan kami lanjutkan dengan membacakan cerita. Anak-anak duduk di tangga depan gereja. Saya, Bu Desy Astuthy dan Bu Nailly, bergantian membacakan cerita setiap minggunya. Bu Desy dan Bu Nailly, adalah guru PAUD di desa kami. Saya sendiri guru honorer di salah satu SMP. Kami bertiga menjadi pengurus TBM.
Anak-anak suka dibacakan cerita. Mereka punya pertanyaan macam-macam. Kadang kala mereka bertanya kritis. Kami selalu melayani pertanyaan mereka dengan gembira. Anak-anak juga selalu membalas ekspresi kami dengan senyum dan tawa. Kegiatan membacakan cerita selalu menyenangkan.
Saya sendiri menjadi pegiat secara tidak sengaja. Mulanya ibu saya yang diajukan desa sebagai pegiat, tapi beliau sudah tua. Tidak kuat lagi berhadapan dengan anak-anak. Kemudian saya diminta mengantikan. Kebetuan saya baru menyelesaikan pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta. Saya terima tawaran ini sebagai bentuk pengabdian di desa.
Sebagai pegiat baru, saya banya belajar soal literasi. Saya sendiri baru tahu ada buku anak. TBM Ileh Taking mendapat hibah buku cerita dari Litara. Buku-buku ini gambar dan isinya menarik. Anak-anak senang dan mudah membacanya, karena satu cerita ditulis pendek-pendek. Anak tidak perlu berpikir keras memahami makna cerita. Kami berharap kelak buku seperti ini bisa lebih banyak ada di desa kami, karena minat membaca anak menjadi meningkat.
Selain senam, berjoget, membacakan cerita baik dari pustaka digital maupun buku cerita, dan membaca buku secara individu, kami mau menambah satu lagi kegiatan yaitu membantu anak membaca. Banyak anak-anak di desa yang belum lancar membaca. Kalau mereka datang ke TBM, kami mengajari mereka membaca dengan membacakan cerita. Ke depan kami mau membantu mereka lebih sistematik lagi.
Puji Tuhan, kepala desa dan masyarakat mendukung kegiatan di TBM. Melalui anggaran desa, kami dibangunkan pondok kayu sebagai lokasi TBM.
Pembangunan pondok itu menelan biaya 7,8 juta rupiah. Ke depan kami berharap desa akan mendukung TBM dengan pengadaan buku dan pembiayaan kegiatan lain. Bagaimanapun anak-anak yang datang ke TBM merupakan warga desa. Kalau anak-anak berpretasi kelak, yang bangga juga warga desa.