Pemandangan ini dijumpai sebelum sekolah tersebut mendapatkan intervensi program Perpustakaan Ramah Anak INOVASI bersama Taman Bacaan Pelangi (TBP). Saat itu, belum ada program membaca di perpustakaan. Para siswa hanya mengunjungi perpustakaan saat mendapatkan tugas dari guru. Koleksi buku yang ada di rak merupakan buku-buku penunjang pembelajaran seperti ensikploedia, seni budaya, kamus bahasa Indonesia, dan lainnya.

Sementara itu, pengelola perpustakaan dan seluruh tenaga pendidik di sekolah ini beranggapan bahwa tugas pustakawan hanya sebatas mencatat peminjaman buku yang dilakukan oleh siswa serta membuat inventaris buku.

Namun, setelah melalui pelatihan intensif selama dua pekan, Mery kemudian menunjuk pengelola perpustakaan yang baru, Yumiati Nina Kana yang sebelumnya bertugas sebagai guru mata pelajaran matematika. Pelatihan yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, dan pustakawati tersebut berfokus pada pengelolaan perpustakaan dan kegiatan membaca.

 

Program Perpustakaan Ramah Anak

Melalui program kolaborasi ini, Taman Bacaan Pelangi menyediakan buku cerita anak berkualitas untuk anak-anak akan baca di perpustakaan dan pinjam ke rumah. Selain itu, Taman Bacaan Pelangi juga memberikan pelatihan pengembangan kapasitas guru melalui pelatihan ‘Manajemen Perpustakaan Ramah Anak’ dan ‘Kegiatan Membaca di Perpustakaan’.

Melalui dua jenis pelatihan di atas, kepala sekolah, pustakawan, dan guru-guru dilatih untuk menjadi pendidik yang ramah anak dan aktif untuk melakukan kegiatan membaca di perpustakaan, yaitu Membaca Lantang, Membaca Bersama, Membaca Berpasangan, dan Membaca Mandiri.

Pustakawan dan pustakawati juga dilatih untuk mengelola perpustakaan dengan efisien dan tentunya memudahkan pekerjaan mereka.

Buku-buku yang disediakan sebagai koleksi perpustakaan diatur sesuai jenjang berdasarkan tingkat kesulitan buku dan kemampuan membaca anak. Ada enam jenjang buku yang diperkenalkan melalui program ini, mulai dari yang paling mudah yaitu jenjang Kumbang, Burung, Ikan, Rusa, Singa, dan Gajah. Buku jenjang Singa dan Gajah cocok untuk pembaca lancar.

Untuk mulai menanamkan kebiasaan membaca di sekolah, kepala sekolah akan untuk terlebih dahulu menyetujui untuk memasukkan jadwal kunjung perpustakaan menjadi jadwal rutin setiap kelas. Jadi, setiap kelas memiliki jam kunjung perpustakaan minimal satu kali jam pelajaran, yaitu 35 menit setiap minggu. Ketika berkunjung ke perpustakaan, guru kelas akan mendampingi anak-anaknya dan melakukan empat kegiatan membaca yang sudah diperkenalkan saat pelatihan.

 

Perubahan Positif dalam Memaksimalkan Perpustakaan Sekolah

Kini, bangunan perpustakaan di SD Inpres Laipori sudah disulap menjadi tempat membaca yang menyenangkan dengan lukisan menarik di seluruh dinding. Renovasi bangunan dikerjakan oleh orang tua siswa sementara lukisan cat di dinding dikerjakan oleh salah satu guru di SD yang ada di kabupaten tersebut.

Buku-buku juga sudah diatur sedemikian rupa sehingga mudah dijangkau oleh siswa sesuai dengan kemampuan membaca mereka. Buku dengan jenjang mudah diletakkan di rak bagian bawah dan semakin ke atas, tingkat kesulitan buku semakin tinggi. Penjenjangan buku dilakukan sendiri oleh Nina dan guru-guru kelas dengan menggunakan panduan yang disediakan oleh TBP.

TBP memberikan 1.336 eksemplar buku dengan berbagai judul untuk perpustakaan ini. Selain itu, sekolah menambah 621 buku yang diambil dari tumpukan kardus-kardus sebelumnya masih terbungkus rapi. “Ternyata, kami punya buku yang bagus. Namun, selama ini kami belum memanfaatkannya,” kata Nina. Buku-buku tersebut merupakan hasil pilahan sesuai dengan panduan penjenjangan yang disediakan oleh TBP.

 

Kegiatan Membaca dengan Berekspresi

Sementara itu, program membaca di perpustakaan juga sudah berjalan. Dalam seminggu, setiap kelas mendapatkan giliran untuk membaca di perpustakaan selama 35 menit. Saat kunjungan ini, guru kelas wajib mendampingi siswa-siswanya. Ada empat kegiatan membaca yang biasa dilakukan selama kunjungan ini yaitu membaca lantang, membaca bersama, membaca mandiri, dan membaca berpasangan.

Kegiatan Membaca Lantang ini bagi hampir semua guru merupakan suatu hal yang tergolong baru. Selain baru, kegiatan ini juga unik karena mereka akan membacakan buku kepada anak dengan ekspresi, sehingga anak-anak akan merasa senang dan termotivasi untuk membaca.

Pada kegiatan membaca lantang, guru memilih satu judul buku lalu membacanya dengan lantang di hadapan para siswa. Kegiatan ini bertujuan menunjukkan kepada siswa penggunaan tanda baca and ekspresi yang tepat. Pada setiap kegiatan, guru akan memperkenalkan atau menjelaskan kata-kata baru atau kata-kata sulit sesuai dengan konteks lokal agar lebih mudah dipahami anak.

Awal tahun 2020, sejumlah perwakilan Kementerian Pendidikan Afghanistan mengunjungi SD Inpres Laipori untuk melihat bagaimana pembelajaran dilakukan di sekolah ini – salah satunya bagaimana pemanfaatan perpustakaan untuk meningkatkan minat baca siswa. Di perpustakaan, mereka menyaksikan kegiatan membaca lantang yang dilakukan oleh salah seorang guru.

“Saya tidak pernah melihat guru membaca cerita seperti ini sebelumnya di Afghanistan. Dia benar-benar menjiwai isi cerita dan para siswa seakan terbawa ke dalam cerita tersebut,” kata Shafiullhaq Rahimi, Deputy Chief of Party program Afghan Child Read yang juga ikut dalam kunjungan tersebut.

Sebagai kepala sekolah, Mery tidak menuntut banyak dari para siswanya. “Yang penting mereka mau dan suka (membaca) dulu. Kemampuan mereka akan meningkat dengan sendirinya jika mereka sering membaca,” kata Mery.

Sementara menurut Nina, kegiatan membaca seperti ini membuat siswa semangat membaca. Kemampuan mereka pun semakin meningkat. “Dulu itu, mereka membaca lurus-lurus saja seperti air mengalir. Sekarang, mereka sudah bisa membaca dengan ekspresi dan sesuai tanda baca,” kata Nina.