Hal ini disebabkan dalam kesehariannya, anak-anak di daerah tersebut sangat jarang terpapar dengan bahasa Indonesia. Akses informasi juga sulit dijangkau sehingga pengembangan lingkungan yang mendukung penguasaan bahasa Indonesia anak-anak menjadi terbatas. Tidak jarang anak- anak menghindar saat bertemu dengan orang di luar daerahnya karena mereka takut untuk diajak berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia.

Di sekolah, mereka kembali dihadapkan pada buku-buku bahan ajar yang berbahasa Indonesia dan diantarkan dalam bahasa Indonesia. Konteks yang diangkat dalam buku pun tidak cukup familiar dengan anak didik Mardi. Hal tersebut berdampak terhadap menurunnya kepercayaan diri anak-anak dalam proses pembelajaran.

Mardi Juwana Podu Loya adalah salah satu guru yang mengikuti pelatihan dan pendampingan Program Pembelajaran Multibahasa Berbasis Bahasa Ibu (PMB-BBI) yang diselenggarakan oleh Yayasan Sulinama, mitra pelaksana Program INOVASI.

Melalui pelatihan dan pendampingan tersebut, Mardi kini menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah yang digunakan oleh anak didiknya) sebagai pengantar dalam pembelajaran. Dirinya memodifikasi bahan ajar dengan menggunakan gambar dan media yang akrab dengan anak-anak, sekaligus menambahkan beberapa kosakata dalam bahasa ibu untuk melatih kesadaran bunyi (phonic awareness) dari tiap huruf yang diperkenalkan.

Kemudian secara bertahap Mardi melatih anak-anak untuk menggabungkan bunyi-bunyi huruf yang sudah mereka kenali untuk membaca suku kata dan kata dalam bahasa Indonesia. Ketika anak-anak sudah mampu membaca kata tunggal, anak dilatih kelancaran membacanya menggunakan Buku Ramah Cerna Kata (RCK). Mereka juga diberikan beberapa pertanyaan sebagai stimulus untuk melatih pemahaman mereka terhadap isi bacaan.

Melalui proses tersebut, Mardi melihat adanya perubahan positif kemampuan anak-anak. Anak menjadi lebih lancar membaca, lebih percaya diri dalam berkomunikasi, dan terutama lebih mudah dalam memahami konsep pembelajaran.

Saat pandemi Covid-19 melanda, intensitas tatap muka antara anak-anak dan guru jauh berkurang. Dengan akses informasi yang terbatas, sulit untuk menjaga semangat dan ritme belajar para siswa yang sudah mulai terbiasa dengan pendekatan bahasa ibu yang dilakukan oleh Mardi. Menurut Mardi, penguasaan anak-anak terhadap konsep pembelajaran kembali menurun. Ia pun harus memutar otak untuk tetap memberikan pembelajaran yang bermakna dalam situasi sulit ini.

Selama masa pandemi pembelajaran dilaksanakan melalui kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR) di beberapa titik kumpul. Beberapa kelompok siswa yang jarak rumahnya saling berdekatan berkumpul di satu lokasi, dengan salah satu guru hadir secara rutin berkunjung secara bergantian ke lokasi titik kumpul tersebut. Begitu pula dengan sekitar 20-an siswa yang diampu Mardi di Kelas 1. Ini memungkinkan anak-anak untuk tetap mendapatkan layanan pembelajaran.

Mardi pun membekali para siswanya dengan beberapa judul buku RCK yang penjenjangannya disesuaikan dengan kemampuan anak-anak. Mardi mendampingi mereka membaca buku sambil memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait isi cerita sebelum memberikan kesempatan mereka membaca secara mandiri. Untuk siswa pada tingkat lebih lanjut, bahasa ibu juga digunakan oleh Mardi untuk memperkenalkan suatu konsep tertentu dan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tujuannya untuk melatih pemahaman anak, kemudian menggunakan bahasa Indonesia saat anak-anak menuliskan gagasan.