
Siti Saudah lahir di Pati, Jawa Tengah. Sejak kecil, ia bercita-cita ingin menjadi guru. Setelah lulus sebagai Sarjana Pendidikan Matematika dari Universitas Negeri Semarang pada 2011, ia mengikuti Program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal dan ditugaskan di daerah terpencil di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, Aceh.
“Hati kecil saya terusik. Ternyata masih banyak tempat terpencil di Indonesia yang membutuhkan guru seperti saya,” kata Siti. Setelah setahun mengabdi, Siti mendapatkan beasiswa kuliah Pendidikan Profesi Guru lalu setelah lulus, kembali pulang ke Pati.
Pada 2017, Siti kembali mengabdi di daerah tertinggal. Kali ini, ia mengajar di sebuah SD di Sumba Timur, Nusa Tenggara Barat, di pinggir Taman Nasional Laiwangi Wanggameti. Kondisi fisik sekolahnya tidak seperti gedung sekolah di pulau Jawa. Gedung sekolah yang berada di atas bukit terlihat tua. Sebagian besar murid-muridnya adalah anak petani yang datang bertelanjang kaki meski harus berjalan satu jam atau lebih dari kampung mendaki bukit-bukit tandus.
“Saya langsung jatuh hati sekaligus iba melihat mereka. Dalam hati, saya bersyukur. Meskipun lahir dari keluarga kurang berada, saya beruntung bisa bersekolah di tempat yang bagus,” ujar Siti dengan suara bergetar. “Saya ingin bersyukur dengan mengabdi untuk anak-anak ini.”
Tidak hanya mengajar, Siti membantu menata laporan keuangan sekolah. Ia membuat sistem pelaporan yang mudah dipahami agar guru-guru lain bisa mengikuti. Menurut Siti, jika administrasi keuangan beres, operasional sekolah akan berjalan lancar. Siti juga mengajari para guru mengoperasikan laptop yang selama ini tidak ada yang berani menyentuh, kecuali kepala sekolah. Setelah setahun menumbuhkan keberanian para guru, kini semua orang memakai satu laptop. Guru-guru sudah bisa menjelajah dan mencari bahan pembelajaran dari internet, membuka e-mail, dan melakukan rapat melalui aplikasi Zoom.
Tak hanya soal kemampuan guru yang kurang, Kabupaten Sumba Timur adalah salah satu kabupaten yang tingkat literasi dan numerasi dasarnya rendah di seluruh provinsi. Siti yang saat itu mengajar di kelas 6, menemukan bahwa dari semua siswa, hanya 5 anak yang bisa membaca agak lancar, 6 siswa bisa mengeja kata, dan 6 lainnya sama sekali belum mengenal huruf. Di kelas 1 hingga 3 lebih parah lagi, hampir semua siswa belum bisa mengeja dan menuliskan huruf.
Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dan Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), sebuah program kemitraan antara pemerintah Australia dan Indonesia, menyelenggarakan Program Literasi Dasar pada awal 2018. Siti terpilih menjadi salah satu fasilitator daerah (fasda) beserta dengan 62 guru lain. Tugas mereka adalah melatihkan modul-modul pelatihan kepada pendidik kelas awal (kelas 1, 2, 3) di 13 kecamatan yang menjadi penerima program daerah.
INOVASI melakukan berbagai pendampingan dan pelatihan fasda untuk memperkenalkan metode mengajar yang memudahkan siswa cepat menyerap pembelajaran. Contohnya, beberapa pelatihan adalah strategi mengajar, konsep belajar, dan guru kreatif. Selain itu, untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa di kelas awal, INOVASI juga bekerja sama dengan Balai Guru Penggerak (BGP) dan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) dalam pelatihan “Reading Camp”. Dalam pelatihan ini, para peserta—termasuk guru-guru—diajak untuk membahas konsep “Reading Camp” dan penerapannya dalam pembelajaran. Peserta juga menggali lebih dalam terkait pembelajaran terdiferensiasi, permainan sesuai jenjang pengelompokan siswa, serta pengembangan buku bacaan siswa.
Setelah mendapatkan pelatihan, tugas Siti adalah melatih guru kelas rendah di Kecamatan Matawai La Pawu dan mendampingi sekolah sasaran agar kemampuan guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran meningkat secara maksimal.
Siti tak sekadar bicara. Ia bahkan merancang sendiri bahan ajar yang mudah dipahami murid-muridnya. “Bahagia rasanya mengajar anak-anak di pelosok. Setiap hari selalu ada hal baru, “ kata Siti. “Di sini, meski sedikit saya merasa berarti untuk sesama”.
Setelah enam tahun menjadi guru kelas di di SDN Lawinu Tanarara, Siti kini dipercaya menjadi Kepala SD Inpres Langira, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur dan masih terus mengabdikan dirinya untuk mendidik anak-anak di daerah tertinggal.