Meski pemerintah dan berbagai pihak telah berupaya mengatasi tantangan pendidikan di masa pandemi, pembelajaran yang terjadi masih jauh dari optimal. Keterbatasan sarana, prasarana, dan kondisi geografis belum memungkinkan guru menjangkau semua siswa dalam waktu yang singkat. Hal ini berdampak pada tersendatnya kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR) luring. Sementara, BDR daring hampir tidak bisa dilakukan terutama di sekolah-sekolah yang jauh dari ibu kota kabupaten.

Sejak Februari 2021, INOVASI berkolaborasi dengan sejumlah komunitas dan TBM di lima kabupaten di NTT. Di Kabupaten Sumba Barat Daya, INOVASI akan berkolaborasi dengan dua komunitas; di Kabupaten Sumba Barat dengan satu komunitas; di Kabupaten Sumba Tengah dengan empat komunitas yang kemudian akan dibentuk menjadi satu forum; di Kabupaten Sumba Timur dengan 12 TBM yang tergabung dalam satu forum; dan beberapa TBM di Kabupaten Nagekeo yang juga tergabung dalam satu forum TBM.

Hadirnya komunitas dan TBM ini diharapkan dapat membantu siswa mengakses pembelajaran tambahan di luar pendidikan formal selama masa pandemi dan membantu orang tua mendampingi anak belajar di rumah.

Peran pendidikan informal telah lama dijalankan komunitas dan TBM melalui penyediaan sumber bacaan, pendampingan pembelajaran, dan pengembangan minat dan bakat anak-anak usia sekolah. Meski begitu, sebagian besar relawan penggerak komunitas dan TBM belum memiliki kapasitas memadai untuk mendampingi anak-anak dalam belajar dan bimbingan teknis dari pemerintah masih terbatas kepada komunitas dan TBM masih terbatas.

Atas dasar prinsip kesalingan, INOVASI memberikan dukungan peningkatan kapasitas kepada komunitas dan TBM. Sebaliknya, komunitas dan TBM akan mendukung upaya INOVASI bersama berbagai pihak untuk mengoptimalkan pembelajaran selama dan setelah masa pandemi.

Dari diskusi terarah INOVASI bersama sejumlah komunitas dan TBM di masing-masing kabupaten, kebutuhan yang paling utama adalah penguatan kapasitas, di antaranya: penguatan kapasitas dan keterampilan mengajar terkait literasi dan numerasi; perlindungan anak; kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial; pemetaan kemampuan baca; pengelolaan perpustakaan; dan penjenjangan buku. Selain itu, mereka juga perlu pendampingan terhadap aktivitas pembelajaran di kelompok anak-anak usia SD yang didampingi oleh komunitas dan TBM.

Materi seperti pemetaan kemampuan membaca itu penting bagi para relawan karena sebagaimana yang kita ketahui, setiap anak memiliki kebutuhan belajar dan tingkat kemampuan yang beda-beda sehingga pendekatan pembelajarannya pun perlu disesuaikan,” ungkapnya Yusrizal, Koordinator Distrik INOVASI NTT.

Menurut Yusrizal, latar belakang pendidikan dan kapasitas mengajar para relawan berbeda-beda, sehingga materi-materi ini sangat penting bagi mereka bisa mendapatkan pemahaman yang sama terkait bagaimana mendampingi anak-anak dalam pembelajaran sesuai kebutuhan mereka.

Mima, salah satu relawan Komunitas Lentera Ana Wanno dan guru kelas 4 SD di Kabupaten Sumba Barat Daya, mengaku meski lima relawan di komunitasnya berlatar belakang sarjana, apa yang mereka dapatkan selama kuliah ternyata berbeda jauh dengan kenyataan yang ada di lapangan.

Kami dulu kuliah di Jawa dan tentunya konteks pendidikan yang kami dapatkan adalah konteks pendidikan di Jawa sehingga saat kembali ke Sumba, kami bingung bagaimana agar strategi pembelajaran yang kami lakukan bisa sesuai dengan anak-anak di sini,” jelas Mima.

INOVASI akan memfasilitasi terbangunnya jejaring antarkomunitas bersama pemangku kepentingan, dan membantu komunitas atau TBM mendapatkan legalitas agar dukungan dari pemangku kepentingan untuk tetao berlanjut. Kegiatan peningkatan kapasitas para relawan berlangsung hingga Juni 2021 dengan beberapa tahapan pelatihan dan pendampingan, pemantauan, refleksi, dan evaluasi.