Vivien Febrianti adalah Kepala Sekolah di SDN Koda Permai, Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa, yang juga menjadi salah satu Fasilitator Daerah (Fasda) Merdeka Belajar di sana. Di bawah kepemimpinannya, pada tahun 2023, SDN Koda Permai berhasil terpilih sebagai sekolah penggerak. Kepala sekolah ini memang dikenal gigih dalam mendorong transformasi dan inovasi khususnya untuk memperkuat kompetensi dasar dari siswa-siswanya. Salah satunya adalah berkolaborasi dengan orang tua murid dalam penyediaan perpustakaan luar ruangan untuk memudahkan akses anak didiknya pada bahan bacaan. Di perpustakaan tersebut, disediakan buku-buku cerita untuk berbagai tingkat kemampuan membaca siswa yang sebagian besar diantaranya merupakan dukungan dari program INOVASI.

Saat mulai menjalankan roda kepemimpinan sekolah pada 2022, ia menghadapi tantangan. Ada banyak buku bacaan anak menumpuk di dalam kardus. Hal itu karena sekolah tersebut belum memiliki perpustakaan yang representatif.

Ruangan perpustakaan saat ini berada di dalam kelas dua, disitu pula ruang guru, ruang kepala sekolah dan yang lainnya. Dari hasil pengamatan yang ia lakukan, ternyata lokasi perpustakaan di dalam ruang kelas membuat siswa tidak bebas membaca. Bahkan, siswa yang ingin membaca kadang menunggu dulu kelas dua selesai proses pembelajaran atau malu karena ada guru-guru di dalam ruangan kelas.

 

 

Selain itu, kondisi geografis di wilayah pegunungan, dengan latar belakang sosial dan ekonomi yang kurang mendukung menjadi tantangan dalam proses pembelajaran.

Ia kemudian merancang solusi agar keterbatasan tidak lagi menjadi hambatan. Bagaimana sistemnya agar siswa merasa nyaman saat membaca buku di sekolah. Bagi Bu Vivien, hambatan yang ada di sekolah bukanlah tantangan untuk melakukan perubahan.

Akhirnya, Vivien mengusulkan membuat perpustakaan di luar ruang kelas. Dengan melihat kondisi sekolah yang berada di wilayah pegunungan, dan banyak pohon besar yang rindang akhirnya ia minta perpustakaan dibuat di bawah pohon. Langkah pertama yang dilakukan Bu Vivien adalah menggelar rapat bersama pengurus komite sekolah dan paguyuban wali murid. Ia mengusulkan ide membuat perpustakaan di bawah pohon rindang.

Dari hasil rapat tersebut, disepakati bersama untuk membangun perpustakaan outdoor yang berada di bawah pohon rindang. Berkat dukungan orangtua murid yang berprofesi sebagai tukang las, perpustakaan pohon rindang berhasil di bangun. Tentu dengan kolaborasi bersama.

Vivien meminta agar desain lemari buku bisa tahan terhadap cuaca ekstrem. Setelah adanya perpustakaan di luar kelas, siswa lebih mudah mengakses buku bacaan. Bahkan Bu Vivien meminta kepada bapak tukang agar dibuat tempat duduk yang nyaman ketika anak membaca buku.

Ada empat lemari yang dibuat dengan warna merah, kuning, hijau dan biru.

“Warna itu bukan menunjukan level kemampuan membaca siswa, tetapi agar menarik minat baca,” papar Bu Vivien.

Dengan adanya perpustakaan di luar ruangan, anak lebih mudah mengakses buku bacaan. Pembiasaan baca buku 15 menit sebelum jam pelajaran pertama semakin membudaya di sekolah ini.

Menurutnya, dalam transformasi pembelajaran terutama di kurikulum merdeka, siswa didorong lebih aktif daripada guru karena pembelajaran berpusat pada siswa. Setelah dilakukan asesmen awal, ternyata tingkat kemampuan literasi siswa masih rendah, bahkan di kelas 6 masih ada siswa yang kurang lancar membaca.

Bu Vivien kemudian meramu program Samaras yaitu Sabtu Budaya Bercerita. Program itu bertujuan meningkatkan literasi dasar siswa dan penguatan pendidikan karakter. Siswa akan meminjam satu buku setiap hari di perpustakaan outdoor untuk di baca dan bisa di bawah pulang ke rumah masing-masing. Bu Vivien akan meminta guru kelas agar intensif membimbing siswa sesuai dengan level kemampuan literasi.

Ketika siswa kelas rendah masih di level pemula maka Bu Vivien meminta guru untuk mengelompokan anak tersebut. Selanjutnya, guru akan membimbing siswa sesuai level kemampuan. Begitu pula saat siswa sedang membaca buku di bawah pohon, ada guru piket yang bertugas membimbing siswa.

 

 

Bimbingan guru sangat dibantu dengan adanya ragam bahan bacaan seperti buku besar, buku berjenjang dan aneka judul buku cerita anak yang kemudian dipajang di perpustakaan tersebut. Buku-buku ini merupakan dukungan dari program INOVASI yang dihibahkan pada November tahun 2022 lalu. Total ada 122 buah buku (72 judul) yang diterima oleh SDN Koda Permai.

Dalam pelaksanaan program Samaras, guru akan meminta siswa kelas rendah yaitu 1, 2 dan 3 untuk membacakan buku cerita. Buku akan dibaca di depan teman-teman. Agar situasi membaca menjadi menyenangkan maka dilakukan di halaman sekolah. Semua anak secara bergiliran mendapatkan kesempatan membaca. Ketika selesai membaca, ibu guru akan memberikan hadiah berupa jajanan di kantin sekolah.

Adapun untuk kelas tinggi yaitu kelas 4, 5, dan 6 tugas yang diberikan adalah bercerita tentang suatu kisah di dalam buku bacaan yang sudah dibaca. Semua anak juga mendapatkan kesempatan bercerita. Setelah tugas bercerita selesai, ibu guru akan memberikan hadiah berupa jajanan di kantin sekolah.

Kini setiap siswa di sekolah tersebut selalu menunggu hari Sabtu. Mereka ingin tampil membaca, bercerita dan menikmati hadiah berupa jajanan kesukaan mereka di kantin sekolah.

Program Samaras ini membawa dampak yang signifikan pada peningkatan motivasi dan minat baca siswa.

“Saya ingin literasi menjadi budaya di sekolah. Bagaimana agar membudaya maka dilakukan setiap hari dan berkelanjutan,” kata Bu Vivien.

Bahkan, pembiasaan penguatan pendidikan karakter juga memiliki irisan dari program Samaras. Dampaknya pada tingkat kepercayaan diri siswa yang meningkat, saling menghargai, saling membantu, dan semua elemen merasakan adanya peningkatan kemampuan membaca.

“Sebelum literasi anak ditingkatkan, literasi guru juga harus ditingkatkan,” imbuhnya.

Sebagai Fasilitator Daerah di Sumbawa, ia juga melakukan penguatan kapasitas guru dalam pendekatan membaca berbasis level kemampuan siswa atau metode Teaching at the Right Level (TaRL). Pelatihan dilakukan setiap minggu di sekolah. Bahkan, ia mendorong guru belajar mandiri dengan rajin membuka Platform Merdeka Mengajar (PMM). Meski bukan sekolah sasaran program penguatan literasi, ia melakukan pengimbasan mandiri di sekolah.

“Saya memiliki misi sendiri untuk terus tingkatkan kemampuan literasi siswa. Sebelum itu dilaksanakan, kapasitas guru harus ditingkatkan,” kata Bu Vivien.

Pelatihan guru rutin dilakukan, bahkan Bu Vivien melihat langsung bagaimana interaksi guru dengan siswa selama proses pembelajaran. Setelah itu, program TaRL mulai diterapkan. Selama semester satu, penerapan dilakukan intensif. Mulai ada perubahan pada level kemampuan membaca siswa tadinya baru mengenal huruf jadi bisa mengeja, dari kurang lancar menjadi lancar membaca.

Ia merasa dunia anak adalah motivasi terbesarnya dalam proses transformasi pembelajaran. Dari kecil ia selalu konsisten bercita cita menjadi guru. Hal itu karena latar belakang orangtuanya adalah guru. Keduanya memberikan teladan bagi Bu Vivien. Ia berharap semoga anak-anak bisa menjadi pelajar pancasila, lingkungan yang mendukung tidak hanya orangtua tetapi pemerintah desa dan masyarakat juga melakukan hal yang sama.

Anak ke depan akan melakukan transformasi, ketika literasi kurang maka bagaimana mereka melakukan perubahan dan mampu merubah lingkungan sekitarnya.

“Bagaimanapun kita bentuk karakter anak, tetapi ketika sampai di rumah dan lingkungan tidak mendukung, maka percuma saja, karena akan mengulang lagi dari nol,” kata Bu Vivien.

Ia juga membuat jurnal ramadhan bagi anak dan orangtua. Hal itu untuk mengajak orangtua lebih berpartisipasi dalam proses pembelajaran anak. Ia sadar, perubahan itu tidak bisa dilakukan sendiri. Kolaborasi bersama semua elemen harus dilakukan demi kemajuan pendidikan anak di sekolah.