Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Bulungan harus menghadapi situasi khusus karena keterbatasan infrastruktur. Hasil survei Disdikbud dan INOVASI menemukan 37 persen SD di Bulungan tidak memiliki aliran listrik dan 47 persen tidak memiliki akses internet.

Kepala Dinas Disdikbud Bulungan, Jamaluddin Saleh, menggerakan Kelompok Kerja Guru (KKG) untuk melatih para guru dalam menggunakan kurikulum khusus demi tersedianya layanan pendidikan bermutu selama pandemi. Strategi pelatihan dan pendampingan dilakukan secara bertingkat. Kepala sekolah, pengawas, dan guru-guru terbaik dilatih sebagai fasilitator. Setelah itu, fasilitator melatih guru-guru lain di gugusnya masing-masing. Pelatihan ini diikuti dengan pendampingan yang intensif sehingga guru benar-benar mampu menggunakan kurikulum khusus tersebut dan bisa melibatkan orang tua dalam pembelajaran.

Strategi pelatihan berbasis KKG sudah kami uji cobakan dari tahun 2017 sampai tahun 2019 untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas awal. Hasilnya, kami berhasil memangkas waktu penuntasan kompetensi literasi dasar dari tiga tahun menjadi dua tahun,” tutur Jamaluddin Saleh.

Pada tahun 2017, Bulungan, dengan dukungan INOVASI, mengembangkan program rintisan literasi kelas awal berbasis pelatihan KKG di 7 SD yang berada di Kecamatan Tanjung Selor dan Tanjung Palas Timur. Setelah dua tahun berjalan, program rintisan ini mampu meningkatkan jumlah siswa yang lulus tes literasi dasar. Jika sebelumnya di bulan Desember 2017, hanya 57 persen siswa yang mampu mengenali kata, suku kata, dan kata, maka jumlah itu meningkat menjadi 94 persen di November 2019. Keberhasilan program rintisan ini kemudian disebarluaskan kepada 138 SD lainnya yang tersebar di 24 gugus dengan melibatkan 159 fasilitator baru, 262 guru, dan memberikan manfaat kepada 9135 siswa. Pengalaman dan strategi inilah yang kembali digunakan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Adapun strategi yang digunakan Bulungan adalah:

Menggunakan Kurikulum Khusus

Menggunakan Kurikulum Khusus. Disdikbud Bulungan merespon kebijakan nasional SKB 4 Menteri dengan memanfaatkan kurikulum darurat atau kurikulum dalam kondisi khusus dalam dua bentuk. (a) mengundang diskusi Pusat Asesmen dan Pembelajaran (Pusmenjar) Balitbangbuk untuk mengetahui esensi kurikulum darurat dan cara pemanfaatannya, (b) mewajibkan semua sekolah dan guru menggunakan kurikulum darurat di jenjang SD dan SMP.

Memanfaatkan Kurikulum Darurat dengan Sistem KKG yang Telah Berhasil

Pendekatan yang sama digunakan untuk menjamin mutu pembelajaran selama masa pandemi. Program pemanfaatan kurikulum darurat dimulai dengan program rintisan di enam gugus yang melibatkan 18 fasilitator, 30 sekolah, dan 262 guru. Dalam waktu singkat, pengalaman dari program rintisan ini akan disebarluaskan ke 115 SD yang lain. Pendekatan ini juga diharapkan memberikan manfaat kepada 17.724 siswa SD di Bulungan.

Penjaminan Mutu

Proses penjaminan dilakukan dengan melibatkan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Utara (Kaltara) sebagai narasumber dalam lokakarya perencanaan dan monitoring kegiatan pelatihan di tingkat gugus dengan hadir secara langsung.

Sarana Penguatan PKB dan PKP

Kegiatan KKG menjadi sarana guru untuk melakukan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP). Seluruh proses KKG didokumentasikan dan dimonitoring oleh Disdikbud Bulungan. Sertifikat pelatihan berbasis KKG ditandatangani bersama Disdikbud Bulungan dan LPMP Kaltara sehingga jam pelatihan diakui oleh Tim Penilai Angka Kredit (PAK). Sertifikat kegiatan ini dapat digunakan sebagai bukti administrasi pengembangan diri

Pelatihan berbasis KKG selama pandemi memberikan banyak manfaat kepada guru. Pranika Dian Dini, guru kelas 1 di SDN 008 Binai, Kecamatan Tanjung Palas Timur misalnya menjadi lebih mampu mendesain materi ajar sesuai kemampuan siswanya. Menurutnya, tahun ajaran baru 2020/2021 kali ini sangat berbeda. Di era Covid-19 ini, guru harus menerima siswa kelas 1 tanpa ada kelas tatap muka. Anak-anak ini harus memulai belajar formal dari rumah tanpa bertemu guru dan teman-teman sebayanya. Belum lagi, banyak yang belum bisa membaca. Tentu saja ini tantangan besar bagi anak didik, orang tua, dan guru sendiri.

Sebagai guru, saya harus mencari cara mengatasi tantangan ini. Pemetaan membaca yang saya lakukan memberikan jalan keluar. Melalui pemetaan ini saya tahu tingkat kemampuan masing-masing anak. Dari hasil itu saya bisa merancang Lembar Aktivitas Siswa (LAS) yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan mereka,” ujar Dini saat menjelaskan.

Dini mengatakan bahwa penggunaan LAS yang sesuai kemampuan anak, membantu mereka lebih cepat berkembang. Salah satunya adalah, Mifta, murid yang saat mulai belajar di kelas 1 hanya bisa mengenali 19 dari 32 huruf yang ada. Di rumah, Mifta juga tidak punya pendamping belajar. Ayahnya berkeliling desa menjual bakso dari pagi sampai sore, sedangkan Ibunya buta huruf. Namun, Mifta sudah bisa mencapai level pemahaman membaca dalam waktu empat bulan dengan penggunaan LAS yang sesuai kemampuan dan pendampingan membaca.