Siswa-siswa yang duduk di kelas III sekolah dasar tentu diharapkan sudah mampu membaca dengan lancar. Namun, pada kenyataannya, masih ada siswa yang bahkan belum mengenal seluruh huruf abjad atau pun membaca dengan mengeja huruf. Hal ini diungkap oleh Antonia Kallu Ate, guru kelas 3 di SD Negeri Wee Lalaka, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur.

Temuan tersebut ia peroleh setelah mengadakan tes formatif dengan memanfaatkan instrumen yang dikembangkan oleh INOVASI, sebuah program kemitraan pemerintah Indonesia dan Australia. Hasil tes tersebut menunjukkan bahwa ada empat siswa yang masih berada pada tingkat kemampuan membaca huruf.

“Mungkin karena selama ini, semua siswa bersuara dengan lantang saat kegiatan membaca bersama (secara serentak). Jadi saya anggap saja semua siswa saya sudah bisa membaca,” ungkap guru yang akrab dipanggil Nia ini.

Berdasarkan hasil tes tersebut, Nia kemudian mengelompokkan siswanya sesuai kemampuan membacanya dan menyusun skenario pembelajaran untuk masing-masing kelompok. Salah satu strategi pembelajaran yang ia terapkan adalah membaca terbimbing. Kegiatan membaca terbimbing ini ia lakukan sebanyak 2 kali dalam sepekan.

Pada kegiatan ini, Nia hanya membimbing siswa yang berada pada kelompok membaca lancar, kata, suku kata, dan tentunya empat siswa yang masih membaca huruf ketika membaca. Kelompok-kelompok ini mendapatkan pembimbingan secara bergiliran. Misalnya, untuk hari pertama kelompok membaca lancar, hari kedua kelompok membaca kata. Sementara kelompok membaca pemahaman diberikan bacaan dan sejumlah pertanyaan untuk mereka jawab usai membaca buku. Sebelum siswa yang dibimbing membaca, terlebih dahulu Nia menunjukkan cara membaca cerita dengan memperhatikan tanda baca dan ekspresi.

“Anak-anak yang sudah bisa sedikit membaca dipilih untuk membacakan cerita secara bergiliran sedangkan yang lainnya membaca bersama. Setelah itu, saya mengoreksi kesalahan-kesalahan membaca yang dilakukan siswa,” kata Nia.

Buku-buku yang digunakan dalam kegiatan ini adalah buku berjenjang yang telah disediakan oleh INOVASI. Selain buku tersebut, Nia juga menggunakan Big Book, atau buku cerita dengan ukuran besar, yang ia buat sendiri. Big Book biasanya ia gunakan untuk kelompok membaca kata, sedangkan untuk siswa yang masih berada di tingkat membaca suku kata ia berikan kartu kata.

Saat siswa menemukan kata-kata sulit dalam bacaan, Nia menjadikannya sebagai bahan belajar seperti kartu kata, dan membagikannya kepada siswa untuk dipelajari.

Melalui kegiatan membaca terbimbing ini, Nia mengaku bisa lebih memahami perkembangan kemampuan siswanya. “Saya bisa tahu kemampuan membaca setiap anak. Dengan begitu, saya bisa membimbing mereka untuk memahami bacaan. Misalnya, setelah salah satu siswa membaca cerita, saya akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait isi cerita. Pertanyaan-pertanyaan ini sudah saya siapkan sebelum kegiatan,” kata Nia.

Pembelajaran seperti ini, kata Nia, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Siswa pun enggan kembali ke posisi duduk klasikal setelah kegiatan membaca terbimbing berlangsung. Interaksi antar siswa pun meningkat. Menurut pengamatannya, siswa di kelompok membaca lancar dan membaca pemahaman saling bertukar buku setelah buku selesai mereka baca. Siswa juga saling berbagai cerita tentang isi buku tersebut.

Peningkatan kemampuan membaca siswa pun sangat jelas. Hanya dalam sebulan pelaksanaan kegiatan ini, siswa yang tadinya masih mengeja huruf, sudah naik ke tingkat membaca suku kata. Nia berharap agar buku-buku penunjang kegiatan membaca siswa bisa terus ditambahkan karena saat ini, masih ada siswa yang tidak mendapat buku saat kegiatan membaca terbimbing berlangsung. “Sudah ada buku tapi belum cukup. Misalnya, dalam satu kelompok ada enam orang, tapi bukunya hanya dua kopi (eksemplar),” kata Nia.