Kebun literasi sendiri adalah sebuah kebun yang disulap oleh Ibu Par menjadi tempat belajar yang tidak kalah menyenangkannya dari ruangan kelas pada umumnya. Kebun literasi awalnya lahir ketika Ibu Par mengalami keterbatasan kelas lantaran kelas dan sekolahnya hancur akibat gempa yang melanda Lombok Utara pada tahun 2018 lalu.

 

“Setelah peristiwa gempa yang terjadi pada 2018 lalu, sekolah dan kelas kami menjadi hancur sehingga kami harus belajar di luar kelas. Tapi, Alhamdulillah ada INOVASI. INOVASI memberi kami pendampingan melalui para fasda dan dari situlah saya dan guru-guru yang lain semangat lagi untuk mengajar. Kami jadi tahu cara-cara untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan kami saat mengajar setelah gempa tersebut. Mulai dari bagaimana mengurangi trauma anak-anak sampai membuat media-media belajar sederhana menggunakan apapun yang ada di sekitar kami,” cerita Ibu Par.

 

Kebun literasi ini kemudian muncul sebagai pengganti kelas sebagai tempat belajar.

“Awalnya kebun literasi ini saya mulai beberapa waktu yang lalu setelah gempa yang menimpa Lombok. Saat itu sedang ada pendampingan dari salah seorang Fasda dari INOVASI, yaitu Pak Suarto, dan saat itu kami tidak memiliki kelas tempat belajar. Kemudian oleh Pak Suarto saya disarankan untuk menggunakan kebun tersebut sebagai tempat belajar atau sebagai pengganti kelas. Dari situlah awalnya muncul kebun literasi,” cerita Ibu Par.

Di kebun literasi inilah Ibu Par melaksanakan proses belajar mengajar sampai adanya ruang kelas sementara.

Selain tempat belajar yang sederhana, di kebun literasi ini juga siswa belajar menggunakan media-media belajar yang sederhana yang ada di sekitar.

“Di kebun literasi kami belajar menggunakan alat-alat seadanya, media belajar juga seadanya seperti dari kertas karton, dedaunan dan tripleks bekas yang ada di rumah,” ungkapnya.

Yang menjadi salah satu kendala yang dialami Ibu Par saat ini adalah musim hujan. Ketika musim hujan, Ibu Par harus menyelamatkan media-media belajar yang digunakan di kebun literasi lantaran media-media yang digunakan mudah rusak oleh air.

Walaupun dengan banyak keterbatasan saat mengajar, Ibu Par tidak pernah kehilangan semangat untuk mengajar murid-muridnya. Saat ini Ibu Par tetap mengajar dengan keterbatasan yang ada sembari menunggu dibangunnya sekolah permanen dan sekolah dari bambu, yang merupakan dukungan INOVASI untuk sekolah-sekolah di Lombok Utara yang terdampak gempa. Total sekolah bambu yang dibangun oleh INOVASI di kabupaten ini berjumlah 14 sekolah.