Bersama dengan dua peneliti dari program RISE Indonesia (Research on Improving Systems of Education) yang dikelola oleh The SMERU Research Institute, INOVASI menyoroti pembelajaran dari sistem pendidikan di Indonesia dan bagaimana pendekatan adaptif terhadap pembangunan dapat berkontribusi terhadap peningkatan hasil belajar bagi pendidik dan juga siswa.
Dalam konferensi tersebut, Dr. Heyward mempresentasikan beberapa hal, di antaranya profil INOVASI; bidang fokus utama INOVASI, yaitu literasi, numerasi, dan pendidikan inklusif; serta strategi implementasinya yang sejak awal mendorong kemitraan dengan LSM lokal dan organisasi masyarakat sipil di tingkat kabupaten/kota. Lebih lanjut, Dr. Heyward menjelaskan bagaimana INOVASI menggunakan bukti-bukti dari proyek percontohan agar memberikan informasi kepada para pembuat kebijakan tentang apa yang telah berhasil dalam pelaksanaan kebijakan.
Presentasi tersebut mendapat respons positif dari para peserta. Seorang peserta bahkan bertanya tentang bagaimana INOVASI bekerja dari bawah ke atas di tingkat kabupaten/kota dan apa yang akan terjadi jika sistem tidak mendukung reformasi seperti yang diharapkan. Menanggapi pertanyaan tersebut, Dr. Heyward menjelaskan bahwa INOVASI tidak hanya bekerja dari bawah ke atas (bottom-up), tetapi juga dari atas ke bawah (top-down) dengan para pembuat kebijakan nasional, termasuk mendapatkan bukti, membangun kepercayaan, dan hubungan kerja yang kuat dengan dinas pendidikan di tingkat kabupaten.
Tanggapan lainnya berasal dari pejabat Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (Department of Foreign Affairs/ DFAT) yang bekerja di sektor pendidikan, yang menanyakan apakah ada persaingan yang sehat antarkabupaten atau antardesa dan bagaimana hal ini turut berperan. Dr. Heyward menanggapi pertanyaan tersebut dengan menjelaskan bahwasanya persaingan memang ada karena pejabat di tingkat kabupaten sering kali berusaha untuk mendapatkan pengakuan dan pujian atas prestasi mereka. Namun, terlepas dari hal tersebut, pendidikan adalah salah satu sektor kunci yang melibatkan kemauan politik dari para pemimpin kabupaten/kota.
Di sisi lain, persaingan antarkabupaten/antarkota dalam program pendidikan dapat menciptakan program yang bersifat salin rekat (replikasi) di kabupaten lain jika terbukti berhasil. Meski demikian, perlu dicatat bahwa konteks lokal memang memainkan peran penting dalam membedakan ciri-ciri dalam pendekatan program.
Kementerian sering menghargai upaya pemerintah kabupaten/kota dengan memberikan penghargaan saat satu kabupaten/kota mengungguli yang lain. Upaya ini menciptakan program kunjungan silang yang khas ketika satu kabupaten/kota ingin belajar dari kabupaten/kota yang juara. Misalnya, kantor pemerintah di wilayah timur Indonesia secara rutin mengunjungi kantor sejawatnya di wilayah barat atau di Jawa agar mempelajari sesuatu yang berguna untuk direplikasi di wilayahnya.
Selaku Ketua Panel Australasian Aid Conference 2020, Dr. Lant Pritchett, Direktur Riset RISE, mengakhiri sesi diskusi dengan menyoroti dua isu penting utama yang didasarkan pada bagaimana inovasi dapat dibagi dan disebarluaskan.
Isu pertama adalah menemukan metodologi yang tepat untuk inovasi yang dimulai dari diri sendiri dan bersifat signifikan. Sederhananya, sebagai contoh, akan ada kesulitan ketika menemukan inovasi dari 500-an kabupaten, tetapi metodenya dikurangi menjadi studi kasus untuk tiga kabupaten/kota saja.
Isu kedua yaitu kepercayaan yang rendah. Mengambil contoh dari Pakistan, di mana sebuah inisiatif diperkenalkan di lingkungan dengan kepercayaan rendah, maka inovasi harus didorong dari atas ke bawah dengan lebih kuat. Di Indonesia, lebih banyak terjadi dinamika saat membangun kepercayaan dengan pemerintah yang perlu mempertimbangkan latihan, kebijaksanaan, dan pendekatan yang empati dalam memperkenalkan inovasi untuk meningkatkan sistem pendidikan yang lebih baik.