Anak-anak yang tumbuh di pulau-pulau terpencil di Indonesia menghadapi banyak tantangan dalam pembelajaran mereka. Menurut studi tahun 2022 yang dilakukan oleh Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), guru di daerah pedesaan dan terpencil memiliki tingkat pendidikan dan sertifikasi guru yang lebih rendah dibandingkan guru di daerah perkotaan. Akses terhadap perangkat dan teknologi online juga terbatas, serta terbatasnya dukungan atau keterlibatan orang tua, khususnya bagi anak-anak penyandang disabilitas.

Selama lebih dari 30 tahun, Juliana telah mengajar di sekolah-sekolah pelosok di Kalimantan Utara. Memulai karir mengajar di Long Uli pada tahun 1991, sebuah sekolah dasar negeri di Kabupaten Malinau sebelum dipindahkan ke Kabupaten Bulungan. Saat Juliana pertama kali mengajar pada tahun 1994 di SD Negeri 008 di Desa Binai, Kecamatan Tanjung Palas Timur, belum ada jalan baik yang menghubungkan Tanjung Selor, ibu kota Bulungan, dan Binai. Hutan hujan lebat memisahkan kedua wilayah tersebut dan Juliana harus menaiki ketinting (perahu kayu bermotor) selama 12 jam menyeberangi sungai dari Tanjung Selor untuk mencapai desa Binai.

Siswa kelas 3 Juliana bersorak saat Juliana mengambil buku cerita dan berjalan menuju pojok baca di belakang kelas, tandanya pelajaran membaca akan segera dimulai. 25 siswa duduk dengan penuh perhatian di atas matras, semua mata tertuju pada buku bergambar yang terbuka ke halaman pertama. Juliana berhenti sejenak setelah membaca satu bagian untuk mengajukan pertanyaan, “Para siswa bebas menanggapi atau mengomentari apa pun,” katanya. “Selain membangun rasa percaya diri mereka, cara ini juga membantu mengembangkan kreativitas mereka.”

Siswa dengan antusias mengangkat tangan ke udara, bersemangat menggambarkan bagaimana mereka melihat gambar seorang anak menemani ayahnya memancing. Beberapa siswa bercerita panjang lebih dari lima kalimat sementara yang lain berbagi dua atau tiga kalimat. Juliana mengapresiasi setiap siswanya berbeda-beda, dan mereka dapat mengembangkan keterampilan belajar lebih efektif dengan pendekatan yang tepat. Bagaimanapun, membangun landasan pembelajaran yang kokoh membutuhkan waktu.

Membangun Pondasi Belajar yang Kuat

Pada tahun 2017, Dinas Pendidikan Bulungan mengembangkan program literasi kelas awal dengan dukungan INOVASI (program kemitraan pendidikan antara Australia dan Indonesia). Program literasi ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan membaca siswa di kelas awal dengan tujuan mendukung siswa mencapai keterampilan literasi dasar pada kelas tiga.
Juliana selalu bersemangat mempelajari strategi pengajaran baru dan bersama guru lainnya ia mendapatkan pelatihan dan pendampingan melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) dalam melakukan penilaian diagnostik, menerapkan pembelajaran diferensiasi, memanfaatkan buku anak sebagai sumber belajar, dan mengembangkan pembelajaran literasi.

Hasil dari program tersebut, Juliana kini rutin membacakan kepada siswanya, dan mengembangkan materi pembelajaran yang sesuai dengan kemampuannya. Ia membagi siswa menjadi beberapa kelompok berdasarkan kemampuan belajarnya dan lebih memperhatikan perkembangan individunya.

Menanggapi hilangnya pembelajaran yang disebabkan oleh pandemi COVID-19, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menguji coba Kurikulum Merdeka di sekolah-sekolah tertentu pada tahun 2021. Karakteristik utama dari kurikulum baru ini mencakup fokus pada literasi-numerasi, pengajaran yang berbeda, dan fleksibilitas bagi guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan kecepatan kemajuan siswa. Karena Juliana telah mempelajari pendekatan-pendekatan ini dalam program percontohan, dia kemudian merasa percaya diri untuk menerapkan Kurikulum Merdeka, yang baru-baru ini diumumkan sebagai kurikulum nasional yang baru.

Di SD Negeri 008 Binai, penilaian diagnostik terhadap 84 siswa Kelas 1-3 menunjukkan hasil yang menjanjikan. Pada Juli 2022, dari 84 siswa kelas awal (kelas 1 – 3), hanya 38% siswa yang lulus komponen literasi dasar, artinya mereka belum mampu mengenal huruf, suku kata, dan kata. Enam bulan kemudian pada bulan Januari 2023, 75% siswa lulus penilaian yang sama. Peningkatan kemampuan membaca tidak lepas dari keberhasilan penerapan kurikulum baru.

Di awal tahun 2023 seorang siswa kelas 3 berinisial ‘R’ mengalami kesulitan dalam mengenal huruf dan suku kata. Selama tiga bulan, Juliana duduk bersama R untuk sesi membaca intensif dan menggunakan buku bacaan serta pendekatan berbasis permainan untuk meningkatkan minat dan antusiasme R. Dan itu berhasil – hari ini dia bisa membaca dengan lancar! Juliana mengatakan R adalah contoh cemerlang tentang manfaat penerapan pembelajaran yang berdiferensiasi, dan menyesuaikan pengajaran dengan kebutuhan siswa.

Berinvestasi dalam bidang literasi akan membantu memastikan bahwa semua anak dapat mengakses pendidikan berkualitas dan sukses di kemudian hari, termasuk siswa yang tumbuh di daerah terpencil di Kalimantan Utara (*)