Program INOVASI di Kaltara difokuskan kepada persoalan literasi kelas awal. Hal ini didasarkan hasil Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) yang dilakukan Kemendikbud RI. AKSI menunjukkan nilai rata-rata literasi membaca siswa SD Kaltara berada dua poin di bawah rata-rata nasional (RPSA Kaltara 2017). Rendahnya kemampuan membaca siswa SD juga ditemukan Survei Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran Indonesia (SIPPI) yang dilakukan INOVASI di 20 SD yang tersebar di Bulungan dan Malinau. SIPPI menemukan bahwa hanya 14,59 persen siswa kelas 1 SD yang mampu membaca dan 60,94 persen di kelas 2.

Ibu Warsiyah adalah Kepala Sekolah di SD Negeri 013 Bulu Perindu, Bulungan, Kaltara. SD ini adalah satu-satunya sekolah untuk anak-anak di Desa Bulu Perindu. Desa Bulu Perindu terpisah Sungai Kayan dari desa-desa lain di Kecamatan Tanjung Selor. Ibu Warsiyah juga adalah salah satu Fasda program INOVASI.

Bersama 19 Fasda INOVASI lainnya, ia sudah belajar menggunakan metode dan alat untuk menggali permasalahan pembelajaran. Pengamatan pembelajaran yang dilakukan Bu Warsiyah dan Fasda lainnya bertujuan menemukan masalah pembelajaran literasi di kelas awal. Berkat pelatihan ini, ia mampu menggunakan metode card sorting, menyortir masalah menjadi five hows dan five whys.

Pendekatan yang membantu Ibu Warsiyah mengeksplorasi permasalahan pembelajaran disebut Adaptasi Iteratif yang Didorong oleh Masalah atau Problem Driven Iterative Adaptation (PDIA), dan itu adalah inti dari kegiatan INOVASI. Pemikiran dari bawah ke atas ini memang bukan hal baru – tapi INOVASI terus menerapkan versinya sendiri di berbagai lokasi di Indonesia.

Sebagai bagian dari kegiatan eksplorasi, Ibu Warsiyah juga menerima pelatihan teknik observasi, yaitu pengamatan proses belajar mengajar di kelas. Dalam hal ini, ia akan melakukan pengamatan pembelajaran kepada guru kelas satu, Ibu Holad.

Selama observasi, Bu Warsiah berpasangan Pak Nanang, Fasda INOVASI lainnya. Mereka duduk di belakang kelas sambil mengamati proses pembelajaran yang dilakukan Ibu Holad selama dua jam tatap muka (70 menit).

Setelah pengamatan selesai, Ibu Warsiah dan Pak Nanang mewawancarai Ibu Holad. Wawancara ini ditujukan untuk mendalami temuan selama pengamatan di kelas. Dalam wawancara ini, guru diajak untuk mengenali masalah-masalah yang dihadapi guru itu sendiri.

Ibu Warsiah mengatakan, permasalahan Ibu Holad hampir sama seperti yang dialami guru-guru lainnya. Umumnya guru-guru di Kaltara, kurang mampu memahami proses pembelajaran. Mereka kesulitan menerjemahkan tujuan pembelajaran menjadi indikator, strategi dan langkah-langkah pembelajaran. Begitu pula dengan kemampuan pedagogik, guru sering belum mampu mengelola kelas dan menggunakan media pembelajaran.

Bu Warsiah mengaku mendapat pengalaman baru selama proses eksplorasi. Metode dan alat-alat yang didapatkan, bisa digunakan untuk supervisi akademik yang rutin dilakukan kepala sekolah. Ia mengatakan biasanya supervisi lebih difokuskan memeriksa kelengkapan RPP dan jarang sekali menggali masalah sampai akarnya apalagi memberikan solusi.

Ia berencana menggunakan metode dan alat-alat eksplorasi untuk supervisi guru. Ia melihat cara ini lebih membantu guru menemukan sendiri, masalah pembelajaran di dalam kelas. Setelah masalah didapatkan, solusi yang tepat bisa diberikan.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala SDN 006 Malinau Utara, Baron Winata.

“Saya berharap kegiatan ekplorasi ini bisa dilakukan kepada semua guru.”