Program kemitraan Pemerintah Indonesia-Australia, INOVASI, terus bekerja erat dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Kementerian Agama (Kemenag) dalam rangka mendukung kebutuhan belajar anak-anak yang kurang beruntung di seluruh Indonesia. Seperti di banyak negara, berbagai upaya terus dilakukan untuk menghadirkan pendidikan yang berkualitas di Indonesia melalui teknologi digital.
Untuk memperluas manfaat ini bagi anak-anak penyandang disabilitas dan anak-anak dengan kesulitan belajar, INOVASI berusaha mencari pilihan teknologi pendidikan untuk anak-anak dengan disleksia dan faktor-faktor lain yang menyebabkan kesulitan belajar pada anak. Upaya yang dilakukan adalah dengan mengundang perusahaan kecil yang berbasis di Melbourne – Australia, yaitu Bookbot, untuk mengadaptasikan aplikasi mereka yang aslinya berbahasa Inggris untuk digunakan di Indonesia. Melalui kerja sama dengan INOVASI, Kemendikbudristek, Asosiasi Disleksia Indonesia dan sekolah-sekolah, Bookbot mengembangkan “Bookbot Indonesia” – sebuah aplikasi interaktif untuk mendukung pembelajaran anak dalam hal membaca.
Hal yang membuat Bookbot berbeda dari aplikasi membaca lainnya adalah di fitur bagi anak-anak mendengarkan suara rekaman seorang anak yang membaca nyaring, dengan menggunakan fungsi pengenalan ucapan. Hal ini dapat membantu anak-anak dalam membaca dan melacak kelancaran serta ketepatannya. Bookbot menyediakan akses ke perpustakaan luring dengan buku phonics berjenjang yang beragam termasuk untuk ponsel dengan penyimpanan terbatas. Data kelancaran dan ketepatan membaca siswa pun tersedia di dalam aplikasi Bookbot Indonesia Reports, di mana guru dan orang tua dapat melacak kemajuan membaca anak dari waktu ke waktu.
Tujuan utama program pengembangan aplikasi membaca ini adalah untuk menyediakan alat membaca berbasis teknologi guna membantu anak dengan disleksia di Indonesia yang mengalami kesulitan membaca. Meski demikian, aplikasi ini bermanfaat bagi anak-anak pada umumnya guna meningkatkan keterampilan membaca mereka. Penggunaan aplikasi ini dapat digunakan secara mandiri oleh anak-anak di rumah dengan menggunakan ponsel atau perangkat lain, dan para guru dapat mengintegrasikannya dengan kegiatan di kelas.
Pada awalnya, tantangan teknologi yang dihadapi adalah bagaimana melatih kecerdasan artifisial aplikasi untuk mengenali suara anak yang berbicara dalam bahasa Indonesia dengan beragam aksen dari provinsi yang berbeda-beda. Ini memerlukan pengumpulan data suara ana
k sebanyak 1.000 jam saat anak sedang membaca buku yang ada di dalam aplikasi. Semua data ini telah digunakan untuk meningkatkan fungsi pengenalan ucapan pada perangkat lunak yang dipakai. Bahkan, fungsi pengenalan ucapan bacaan anak Indonesia yang saat ini sudah ada di dalam aplikasi Bookbot, memiliki performa yang lebih baik dibandingkan dengan Google dan Alexa, dan akan terus ditingkatkan dengan dikumpulkannya lebih banyak data rekaman suara anak.
Sejumlah masukan penting pun diperoleh dari para guru yang membantu siswa mereka selama tahap perekaman suara. Menurut para guru, sebagian besar anak senang dengan aplikasi Bookbot karena seperti permainan gim digital. Anak-anak termotivasi untuk membaca lagi dan lagi untuk mendapatkan lebih banyak stiker. Fitur stiker ini diberikan setelah anak selesai membaca satu buku. Hal yang menggembirakan, mereka juga merasa buku-buku di aplikasi ini menarik dan menyenangkan untuk dibaca. Sebagai besar guru juga menyampaikan bahwa aplikasi ini mampu meningkatkan literasi dan kebiasaan membaca siswa. Setelah membaca, anak-anak juga menceritakan kembali isi buku ke teman-teman mereka. Orang tua pun mendukung program ini dengan menyediakan atau meminjamkan perangkat kepada anak-anak untuk membaca buku, yang sebetulnya saat itu mereka gunakan untuk merekam suara bacaan.
Baik guru maupun orang tua merasa senang sebab inisiatif ini dapat membuat siswa berpindah dari gim digital ke aplikasi membaca. Rata-rata siswa bisa membaca 81 buku dalam dua minggu, dengan jumlah minimum 12 hingga maksimum 191 buku yang dibaca.
“Dengan adanya aplikasi Bookbot, anak saya jadi lebih sering membaca dan jarang main games di handphone” (Tiara, Ibu Rumah Tangga)
“Di sekolah saya kekurangan buku bacaan, dengan Bookbot membantu menambah bahan bacaan untuk murid-murid saya belajar membaca” (Emilia, Guru di NTT)
Sebagian besar tantangan dalam penggunakan aplkasi ini berhubungan dengan koneksi internet dan kapasitas perangkat. Ada beberapa anak yang dulu mengeluh karena stiker mereka hilang, meskipun beberapa stiker muncul kembali. Tantangan lainnya adalah perlunya meminimalisasi ukuran aplikasi agar dapat digunakan di perangkat yang berbeda-beda dengan kapasitas memori dan akses internet yang terbatas. Dengan teknologi yang ada, developer Bookbot bekerja keras untuk memberikan solusi atas tantangan-tantangan tersebut, dan berhasil menurunkan ukuran aplikasi yang awalnya 1 Gigabyte lebih menjadi 300 MB saja, serta membuat aplikasi ini tetap dapat digunakan tanpa koneksi internet.
Penting sekali untuk menghubungkan Bookbot Indonesia dengan kurikulum baru Indonesia. Aplikasi ini menggunakan pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan anak. Pendekatan ini merupakan pelengkap yang sempurna untuk kurikulum, karena sangat fokus untuk mengajar pada tingkat yang sesuai dengan kemampuan anak (teaching at the right level). Anak-anak bisa membaca buku berjenjang yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan kemudian pelan-pelan membaca buku dengan isi yang lebih sulit. Proses ini bisa langsung diarahkan dari aplikasi Bookbot, atau oleh guru maupun orang tua.
Sebagai bagian dari proses pengembangan aplikasi yang mendorong rasa ingin tahu anak-anak dan kecintaan membaca mereka, developer aplikasi telah bekerja sama dengan para guru dalam membuat insentif dan hadiah di dalam aplikasi yang disukai anak-anak. Kini, aplikasi ini memiliki elemen gamifikasi yang terus-menerus ditingkatkan.