Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bekerja sama dengan INOVASI minggu ini (8/6) menyelenggarakan lokakarya dengan tema “Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Buku Cerita Anak dari Sabang sampai Merauke: Kebijakan, Kegiatan dan Inovasi Daerah”, sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas pendidikan dan mendorong peningkatan sumber daya sastra dan literasi anak Indonesia.

Acara ini dihadiri oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, Penasehat Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemendikbudristek, Franka Makarim, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, E. Aminudin Aziz, Ketua Umum Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKAPI), Arys Hilman, Direktur Program INOVASI Mark Heyward, organisasi filantropi dan mitra pembangunan, serta para pemangku kepentingan dalam ekosistem perbukuan seperti para penerbit, penulis dan ilustrator.

 

 

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dalam sambutannya menekankan pentingnya kolaborasi dalam perbukuan dengan mengatakan, “Drive untuk menghadirkan buku cerita anak akan menjadi pilar strategi literasi kita. Tidak cukup membagikan buku saja, tetapi kita butuh lebih banyak upaya lainnya seperti misalnya, harus ada engagement dengan guru di sekolah, perpustakaan, penyedia buku bacaanya, dan banyak lagi. Satu pesan terpenting adalah kita akan mengalokasikan anggaran yang cukup signifikan untuk proses ini.”

Kegiatan lokakarya yang berlangsung secara hybrid di Kemendikbudristek ini menjadi bagian dari upaya menemukan solusi untuk menyediakan sebanyak mungkin buku bacaan yang berkualitas bagi anak-anak di seluruh Indonesia. Mendikbudristek pun menyampaikan pesan-pesannya kepada para peserta lokakarya, bahwa inilah saatnya semua elemen mulai bergerak dalam rangka menyediakan buku bacaan anak yang berkualitas. Karena tanpa dukungan mitra-mitra seperti para creator pembuat buku bacaan dan para penerbit, tidak akan cukup untuk mencapai tujuan ini. Kemendikbudristek pun ingin cetuskan perubahan market demand dan mendorong proses menghadirkan buku bacaan yang berkualitas.

Pada kesempatan ini, Kepala Pusat Perbukuan, BSKAP Kemendikbudristek, Supriyatno, memberikan penjelasannya tentang Pedoman Perjenjangan Buku. “Kita ingin melindungi anak-anak kita dari bacaan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya. Kami di Pusat Perbukuan BSKAP telah menjenjangkan buku ke dalam 7 (tujuh) level di mana ini merupakan jenjang yang sudah didiskusikan dengan para penulis, pegiat perbukuan, ahli literasi. Pembahasan tentang ini telah berlangsung sejak 3-4 tahun lalu, yakni pasca terbitnya Undang-Undang Sistem Perbukuan,” jelasnya.

Ia pun menambahkan bahwa perjenjangan buku ini diamanatkan di Undang-Undang, sehingga menjadi kewajiban para penerbit untuk mencatumkan jenjang buku atau level pada cover buku. Diharapkan ini bisa menjadi acuan bagi para pembaca agar tidak salah dalam memilih buku bacaan, agar anak-anak pun mendapatkan buku bacaan yang sesuai dengan perkembangan usianya. “Usia di sini hanya merupakan penyetaraan tapi bukan acuan utama perjenjangan buku, karena acuan utama tetap pada kemampuan membaca. Di sini kemampuan membaca anak telah dibagi, mulai dari Pembaca Dini (A) sampai Pembaca Mahir (E). Karakteristik pembaca pun ada dalam Klasifikasi Perjenjangan Buku ini, dan tentunya peran pendamping pun menjadi sangat penting bagi para pembaca dini ini,” imbuh Supriyatno.

 

Untuk mendukung penguatan literasi terutama untuk anak-anak usia PAUD dan SD, Badan Bahasa Kemendikbudristek tahun ini mengadakan program pencetakan dan pengiriman buku ke daerah 3T. Hal ini karena akses ke buku bacaan di daerah 3T masih sangat kurang, sementara anak-anak di perkotaan bisa saja mengakses buku bacaan melalui platform digital. “Bulan ini, sejumlah 12.159.000 eksemplar (jenjang SD) 6.000 eksemplar (jenjang PAUD) akan mulai distribusikan, dan akan kami tindak lanjuti dengan pendampingan pemanfaatan buku tersebut di sekolah sasaran. Upaya ini adalah karena kami ingin memastikan buku tersebut benar dibaca dan dimanfaatkan oleh anak, dan para guru mampu mendampingi anak-anak dengan tepat saat mendampingi membaca buku. Kami juga akan bantu pengelolaan Pojok Baca, agar setelah diterima sekolah buku bacaan tersebut bisa dipelihara dengan baik dan dipakai dalam jangka waktu yang lama,” kata Retno Utami, Koordinator Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) Literasi, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, yang hadir mewakili Kepala Badan, E. Aminudin Aziz.

Ketua Umum Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKAPI), Arys Hilman, menyampaikan terima kasih karena Kementerian, dalam hal ini Pusat Perbukuan, sudah banyak menyerap perspektif dan informasi dari sudut pelaku industri, termasuk dalam hal perjenjangan buku. Menurutnya, hal ini penting bagi perbaikan iklim literasi ke depan.

Arys mengatakan bahwa kemampuan literasi utamanya berasal dari bahan bacaan. Menurutnya ada 4 (empat) aspek penting yang perlu diperhatikan, Pertama, profisiensi dalam hal membaca, bukan hanya mampu membaca tetapi ditunjang dengan tingkat kecakapan membaca. Kedua, akses baca yang bukan hanya soal adanya perpustakaan dan Taman Bacaan Masyarakat (TBM), tetapi juga Kualitas bukunya seperti apa. Ketiga, aspek alternatif dari sumber informasi, di mana literasi tidak hanya dari buku tapi terkait hal-hal bahwa informasi itu menjadi bermanfaat bagi penerimanya. Keempat, pembiasaan membaca.

“Mari kita mulai dari masalah literasi yang bersumber dari buku. Saat ini bukan hanya melek hurufnya yang perlu menjadi perhatian, tetapi juga persoalan reading performance. Sejumlah hasil riset turut mengemukakan bahwa kemampuan membaca anak Indonesia usia 15 tahun masih tergolong rendah. Anak-anak ini pun menjadi tidak mampu membedakan hoax atau fakta,” kata Arys.

Studi yang dilakukan INOVASI melalui FGD sejak tahun 2021 dan juga tinjauan terhadap beberapa literatur menemukan bahwa sektor penerbitan di Indonesia sangat besar, dengan penulis serta illustrator yang berkualitas (Perpusnas, 2018), namun penerbit masih didominasi di kota-kota di Pulau Jawa. “Terkait kategori penjualan buku, terlihat bahwa buku bacaan anak sangat tinggi penjualannya di mana ini seharusnya menjadi kesempatan yang dapat dimanfaatkan, dalam rangka menghadirkan lebih banyak buku bacaan anak yang berkualitas,” kata Nilam Pamularsih, INOVASI.

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengatakan, “Buku berkualitas kriterianya adalah buku bacaan yang menarik, yang membuat anak terdorong mengambil buku tersebut dan tenggelam dalam dunia imajinasi mereka. Ini fondasi yang sangat penting bagi tercapainya Profil Pelajar Pancasila, pembelajar sepanjang hayat yang bisa berpikir merdeka. Sesuai arahan Mas Menteri, upaya ini kita fokuskan pada jenjang PAUD dan sekolah dasar terutama di kelas awal. Untuk itu kami BSKAP bekerja sama dengan Badan Bahasa dan dibantu oleh Tim INOVASI, didukung dengan stakeholders terkait melalui lokakarya ini berupaya menggali hal-hal yang bisa dilakukan oleh setiap pemangku kepentingan, mencari titik temu, serta solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi tantangan dalam menyediakan buku bacaan yang berkualitas.”