
Ditulis oleh: Denissa Almyra Putri
“Miss, nanti sore TBM buka kah?”
Pertanyaan polos itu meluncur dari bibir Toen, anak sekolah dasar dari Desa Long Loreh, Malinau Selatan, Kalimantan Utara (Kaltara). Matanya berbinar penuh harap menatap Melis, pegiat Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Rumah Upit. Nama TBM ini diambil dari bahasa Dayak Kenya Lepo’ Ke yang berarti ‘rumah burung’. Seperti burung yang bebas terbang, TBM ini menjadi tempat anak-anak desa bebas mengembangkan sayap literasi mereka.
Hati Melis tergetar mendengar pertanyaan itu. Dulu, Toen lebih memilih menatap layar gawai untuk bermain gim online daripada membuka buku. Kini, ia justru tak sabar menunggu TBM buka – untuk membaca, mewarnai, atau sekadar berkumpul dengan anak-anak lainnya. Buku favorit Toen sekarang adalah “Topi Jena”—sebuah cerita yang dikembangkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Malinau, Yayasan Litara, dan INOVASI, program kemitraan Australia- Indonesia untuk pendidikan dasar– yang menceritakan tentang seorang anak yang kehilangan kakeknya dan memakai topi jena atau topi khas Dayak Kenyah yang dikenakan sebagai tanda berduka. Melalui cerita ini, Toen tidak hanya belajar membaca, tetapi juga memahami nilai-nilai budaya leluhurnya.

(©Iqbal Aji Daryono/INOVASI)

(©Iqbal Aji Daryono/INOVASI)
Selain menjadi ruang baca, TBM hadir menjadi ruang yang akrab bagi anak-anak yang sering ditinggal di rumah oleh orang tua yang bekerja sebagai petani penggarap ladang yang sering berpindah-pindah lokasi kerja, jauh dari pemukiman bahkan hingga masuk hutan. Dikelilingi komunitas literasi yang hangat dan mendukung, anak-anak di Malinau kemudian tumbuh menjadi anak yang memiliki minat tinggi untuk membaca. Tidak jarang, anak-anak ini saling mengajak teman-temannya untuk berkegiatan di TBM.
Di sudut kecil Desa Putat, Malinau Utara, ada seorang anak bernama Meilin. Seperti kebanyakan anak seusianya, Meilin lebih suka bermain atau menemani orangtuanya ke ladang daripada membaca buku. Namun perlahan, TBM Vahu Singkai hadir dan mengubah rutinitas Meilin. Awalnya ragu-ragu, gadis kecil itu mulai bergabung dengan anak-anak lain. Hari demi hari, ia semakin antusias datang ke TBM, aktif menjawab pertanyaan dari kakak-kakak pegiat, hingga akhirnya menjadi salah satu anak yang paling rajin hadir. Sebagai apresiasi, Meilin mendapat hadiah satu set alat tulis untuk sekolah.
Transformasi seperti yang dialami Meilin dan Toen tidak terjadi begitu saja. Di balik semua itu, ada sosok-sosok seperti Yeyen di TBM Cerdas Ceria, Desa Kuala Lapang, Malinau Barat. Pak Yeyen, memulai perjalanan literasinya dari taman bacaan kecil di rumah salah satu jemaat gereja. Bersama ibu-ibu lainnya, ia menjadi relawan dan terus belajar melalui berbagai pelatihan, termasuk pelatihan membaca nyaring.
Kerja keras Yeyen dan para pegiat lainnya tidak sia-sia. TBM Cerdas Ceria mendapat pengakuan hingga bantuan dari desa. “Banyak hal baru yang saya pelajari melalui pelatihan-pelatihan. Tapi hal paling membahagiakan adalah bisa berinteraksi langsung dengan anak-anak yang ceria dan cerdas.” kenang Yeyen.

Revolusi Kecil yang Bermakna Besar
Dalam momentum Hari Anak Nasional yang tahun ini mengusung tema ‘Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045’, cerita-cerita seperti ini mengingatkan kita bahwa perayaan sejati bukan hanya tentang pesta sesaat. Anak-anak di Malinau menjadi bukti nyata bahwa literasi dapat menjadi bekal perubahan karakter bagi masa depan mereka, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 dan terciptanya SDM yang unggul.
Perubahan Toen dari anak yang gemar bermain gim online menjadi anak yang menunggu-nunggu TBM buka, atau Meilin yang berubah dari anak pemalu menjadi salah satu yang paling rajin. Ketika seorang anak di pelosok desa mulai mencintai buku, memahami nilai-nilai budaya melalui cerita, dan bermimpi, itu merupakan revolusi kecil yang bermakna besar.
————————
Cerita lengkap tentang perjalanan literasi di Malinau akan segera hadir dalam rangkaian buku TBM Malinau yang akan diluncurkan oleh INOVASI. Nantikan kisah-kisah inspiratif lainnya tentang transformasi anak-anak dan masyarakat melalui kekuatan literasi.