Sebelumnya, perpustakaan SD Islam Mananga bukanlah perpustakaan yang sering dikunjungi siswa. Guru kadang harus memaksa siswa agar mau ke perpustakaan. Namun sesampainya di perpustakaan, mereka hanya membolak-balik halaman buku lalu menyimpannya kembali.

Tidak ada rak buku di kala itu. Buku-buku ditumpuk di dalam lemari. Buku-buku yang ada pun tidak sesuai dengan jenjang pendidikan dasar. Menurut Kepala Sekolah SD Islam Mananga, Muh. Subhan Satirando, buku-buku tersebut padat tulisan dan bahasanya cenderung sulit untuk dicerna anak-anak SD apalagi siswa kelas awal. Misalnya, buku ensiklopedia dan buku sejarah.

Selain itu, tidak ada program ataupun kegiatan yang dilakukan di perpustakaan. Pustakawan yang ada juga hanya sebatas melayani peminjaman buku – itupun kalau ada. “Kami (kepala sekolah, guru, dan pustakawan) semua pun belum mengerti apa saja sebenarnya tugas dari seorang pustakawan itu,” kata Subhan, “Pikirnya hanya melayani peminjaman atau sekedar membuka/menutup perpustakaan.”

Hal ini membuat siswa enggan mengunjungi perpustakaan dan minat membaca mereka pun sangat rendah. Di kelas, guru tidak menanamkan kebiasaan membaca, hanya berfokus pada menyampaikan pembelajaran sesuai RPP (Rencana Program Pembelajaran). Sementara di rumah, orangtua tidak memiliki waktu untuk mendampingi anaknya membaca. Menurut Subhan, orangtua menyerahkan urusan pendidikan anaknya sepenuhnya kepada sekolah sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan anaknya yang lain. Semua ini berkontribusi pada rendahnya kemampuan membaca siswa.

Menjadi sekolah mitra INOVASI melalui program Perpustakaan Ramah Anak bersama TBP (Taman Bacaan Pelangi), SD Islam Mananga mulai berbenah. Gedung perpustakaan direnovasi. Dindingnya diwarnai dan digambari dengan gambar-gambar yang menarik. TBP menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan sementara proses pengerjaan dilakukan oleh orangtua siswa secara sukarela.

Selain itu, kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan mendapatkan pelatihan selama 10 hari. Mereka belajar bagaimana pengelolaan perpustakaan yang baik sampai pada penjenjangan buku. Berbekal pelatihan yang didapatkan, pustakawan dan guru-guru melakukan penjenjangan buku-buku yang diberikan oleh TBP sebanyak lebih dari 1.000 eksemplar.

 

“Pengetahuan yang saya dapatkan dari pelatihan merupakan hal yang tergolong baru bagi saya. Ternyata buku itu tidak dijenjangkan berdasarkan kelas (siswa) tapi jumlah kata/kalimat, gambar, dan tingkat kesulitannya,” katanya.

 

Saat membaca secara mandiri atau berpasangan, anak-anak dibolehkan memilih buku apa saja. Namun jika buku yang dipilih tidak sesuai dengan kemampuan siswa, guru atau pustakawan tidak direkomendasikan untuk menegur langsung tapi dengan menggunakan sistem lima jari. Guru meminta siswa untuk membaca beberapa kata atau kalimat, kemudian mencatat berapa kali siswa melakukan kesalahan.

Satu atau dua kesalahan berarti siswa bisa melanjutkan membaca buku yang sedang dibacanya. Lebih dari itu, siswa dianjurkan untuk membaca buku di jenjang yang lebih rendah. Sebaliknya, jika sama sekali tidak ada kesalahan, siswa diajak untuk membaca buku dengan jenjang lebih tinggi. “Karena tadi masih ada yang keliru, kita ambil buku jenjang yang ini saja ya,” kata Subhan memberikan contoh cara mengajak siswa memilih buku yang sesuai kemampuan membacanya.

SD Islam Mananga memiliki 13 rombel (rombongan belajar) dan setiap rombel memiliki jadwal kunjungan wajib setiap pekannya. Durasi kunjungan adalah satu jam pelajaran atau 35 menit dan dilakukan pada saat jam pelajaran. Pada saat kunjungan wajib, guru wajib mendampingi siswanya. Setiap pekannya, kegiatan membaca yang dilakukan berbeda-beda agar siswa tidak bosan.

Dari segi administrasi, pustakawan dibekali dengan tiga jenis buku. Buku kunjungan yang memuat informasi kunjungan siswa di luar jam kunjung wajib, buku kegiatan membaca yang berisi daftar siswa yang hadir pada jam kunjung wajib, dan buku peminjaman yang dilakukan siswa. Kata Subhan, peminjaman selama ini berjalan lancar, meski pada awalnya pustakawan kewalahan karena siswa mengembalikan buku pada waktu bersamaan.

Sekarang, pustakawan sudah membuat jadwal peminjaman dan pengembalian dan ditempel di perpustakaan. Guru kelas yang mendampingi siswanya saat jam kunjung wajib juga turut membantu saat proses peminjaman buku. Selain itu, guru lainnya dan bahkan Subhan sendiri sebagai kepala sekolah juga mendapatkan giliran membantu pencatatan peminjaman dan pengembalian setiap pekannya.

Semua siswa diwajibkan meminjam buku dan lama peminjaman setiap buku adalah tiga hari. Pengamatan Subhan menemukan bahwa ada siswa yang tidak membaca buku yang dipinjam tapi lebih banyak yang membacanya. “Saya bertetangga dengan beberapa siswa. Memang ada yang saya lihat tidak membaca (buku yang dipinjam) tapi ada juga yang sering baca di depan rumahnya,” ungkapnya.

Untuk memastikan siswa membaca buku, guru meminta mereka menceritakan kembali buku yang telah dipinjam. Guru biasanya menargetkan siswa yang diduga tidak membaca buku yang dipinjam. Jika siswa kesulitan, guru hanya menanyakan gambar apa saja yang dilihat di buku atau buku tersebut bercerita tentang apa. Kegiatan ini merupakan bagian dari pembiasaan yang dilakukan sebelum KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) berlangsung.

 

Penataan dan pengelolaan perpustakaan seperti ini membuat anak-anak bersemangat ke perpustakaan. Saat jam kunjung, mereka berlomba menuju ke perpustakaan. “Mereka berlari sambil mengajak teman-temannya, ‘Ayo! Ayo! Ke perpus!” kata Subhan menirukan ekspresi siswa saat mengunjungi perpustakaan. Di luar jam kunjung wajib pun, siswa tetap rutin ke perpustakaan dan membaca.

 

Guru-guru jadi lebih mudah dan fokus pada penyampaian materi saat pembelajaran karena peningkatan kemampuan membaca lebih banyak dilakukan di perpustakaan. Upaya yang dilakuan SD Islam Mananga membuahkan hasil. Salah satu siwanya berhasil menjadi juara tiga lomba membaca tahunan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan setempat pada November 2019 lalu. Lomba tersebut tidak hanya melihat kelancaran membaca siswa tapi juga pemahaman siswa terhadap bacaan. Menariknya, siswa tersebut masih duduk di semester satu saat mengikuti lomba.