Sejak pandemi melanda, praktis seluruh kegiatan pembelajaran secara mendadak harus dilakukan secara daring. Demikian pula yang dialami oleh Wahidatul Husnia, S.Pd Guru Kelas 3 MI Miftahul Ulum Sumbersuko Purwosari, Pasuruan. Ia meminta kepada seluruh siswa agar bisa menggunakan gawai dalam pembelajaran, minimal dengan aplikasi whatsapp. Namun masalah muncul, wilayah Sumbersuko Purwosari Pasuruan adalah wilayah pegunungan dimana kondisinya berbukit-bukit sehingga kendala terbesar adalah koneksi internet dan sinyal. Apalagi ekonomi penduduk di wilayah tersebut sebagai petani dan buruh pabrik yang merasa berat bila harus rutin membeli kuota internet setiap bulan.

Berbagai upaya dilakukan oleh Nia – demikian guru ini akrab disapa, agar pembelajaran tetap terus berjalan. Misalnya dengan mengemas materi pembelajaran dalam bentuk video, foto, atau kegiatan tanya jawab yang diaplikasikan dalam google form. Siswa yang hadir menyimak atau telah membaca materi yang disampaikan kemudian wajib mengisi absensi kehadiran melalui google form.

“Di wilayah Sumbersuko ini sinyal susah sekali. Sehingga zoom meeting tidak mungkin dilakukan. Sehingga seluruh materi pembelajaran awalnya menggunakan whatsaap group dimana saya share semua materi pembelajaran di whatsaap group, siswa yang sudah menyimak atau membaca materi kemudian mengisi absensi melalui google form,” terang guru lulusan IKIP PGRI Budi Utomo Malang ini.

 

 

Namun ternyata, sebagian besar orangtua yang memiliki gawai yang digunakan sebagai media belajar anak mereka kebingungan, karena ketika masuk ke google form mereka harus melakukan login ke email masing-masing agar dapat membuka aplikasi google form.

 

 

“Saya lalu mendapat komplain dari orangtua karena mereka tidak mengerti cara penggunaan google form. Sehingga absensi saya buat manual dengan menyusun daftar siswa di whatsaap group. Bila tidak direspon maka saya harus menelpon siswa satu persatu,” ungkapnya.

Masalah ini kemudian disampaikan kepada Siti Maulidah, S. Hum, S. PdI selaku Kepala Madrasah MI Miftahul Ulum Sumbersuko Purwosari, Pasuruan. Dari hasil diskusi bersama kemudian Nia diminta mencari alternatif aplikasi lainnya yang lebih mudah diakses selain google form.

Dari hasil browsing di berbagai media akhirnya Nia menemukan aplikasi di surveyheart. Nia harus menginstal dulu aplikasi tersebut melalui google play dan memasukkan menu-menu yang ingin ditampilkan seperti: nama siswa, kehadiran, dan tanggal kehadiran. Setelah aplikasi jadi, Nia kemudian membagikan link absensi tersebut kepada siswa di whatsaap group.

 

 

“Kelebihan surveyheart ini orangtua tidak perlu login dengan email. Mereka bisa langsung masuk ke link dan absen. Ini tentu sangat memudahkan orangtua yang belum terlalu mahir menggunakan teknologi gawai,” ungkap Nia.

Ternyata absensi siswa dengan survey heart mendapatkan respon positif dari orangtua. Hal ini juga diamati oleh kepala madrasah. Maulidah kemudian meminta Nia agar bisa mengajarkan kepada guru-guru lainnya. “Saat ini hampir semua kelas sudah menggunakan surveyheart sebagai absensi kehadiran siswa,” terang Maulidah.

Karena adanya desakan dari orangtua terutama di wilayah yang tidak ada koneksi sinyal dan internet sama sekali agar dilakukan pembelajaran luring, Maulidah kemudian berkoordinasi dengan perangkat desa, Kemenag Kabupaten Pasuruan, dan tim Satgas Covid 19 di Kabupaten Pasuruan.

Karena wilayah Sumbersuko masuk wilayah zona kuning, maka sejak Agustus 2020 kegiatan pertemuan di MI Miftahul Ulum dilakukan secara daring dan luring.

“Meskipun sudah melaksanakan tatap muka namun kita tetap mengikuti protokol kesehatan dimana madrasah telah menyediakan tempat cuci tangan dan hand sanitizer, pembelajaran diisi tidak lebih dari 10 siswa sehingga setiap hari dibagi 2 sesi yakni sesi pagi dan siang. Kelas 1-3 masuk Hari Senin, Selasa, Rabu, Kelas 4-6 masuk Kamis, Jumat, dan Sabtu. Di kelas pun bangku siswa sudah ditata dengan jarak 1 meter,” terang Maulidah. Saat masuk ke madrasah, Maulidah juga memberikan aturan yang ketat kepada siswa agar menggunakan masker dan faceshield. Sementara yang ada tanda-tanda sakit diharuskan melaksanakan pembelajaran daring di rumah. Orangtua juga wajib menandatangani surat persetujuan anak mereka boleh melaksanakan tatap muka di madrasah. Bagi yang keberatan, siswa boleh melaksanakan pembelajaran daring di rumah.

Dari kondisi tersebut saat daring siswa tetap melakukan absensi dangan surveyheart, sementara saat luring siswa akan melakukan absensi secara langsung oleh guru.*