Jakarta, 5 Mei 2025 – Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus secara resmi menyerahkan modul Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif kepada Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) dalam sebuah seremoni yang menandai alih tanggung jawab pelaksanaan pelatihan guru pendidikan inklusi di Indonesia.

Modul pelatihan yang disusun sejak 2023 ini merupakan hasil kolaborasi lintas direktorat dan lembaga, termasuk INOVASI dan Western Sydney University. Modul terbagi dalam tiga jenjang—dasar, lanjut, dan mahir—dengan pendekatan bertahap guna membekali guru dari berbagai latar belakang untuk menyelenggarakan pendidikan yang ramah dan inklusif bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

Hingga pertengahan Maret 2025, sebanyak 398.534 guru telah mengikuti pelatihan tingkat dasar melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM), sementara 5.000 guru telah menempuh pelatihan tingkat lanjut. Modul tingkat mahir telah selesai dikembangkan dan siap untuk diimplementasikan.

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus, Tatang Muttaqin, menegaskan bahwa penyerahan ini bukan berarti berakhirnya kerja sama. “Meskipun dalam implementasi diserahkan ke GTK, tapi kami masih terbuka untuk kolaborasi. Harapannya, ke depan pendidikan khusus ini semakin berkembang,” ujar Tatang.

Sementara itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Prof. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd., menekankan pentingnya kesiapan sumber daya manusia dalam mendukung pendidikan inklusi. AYL (Akomodasi yang Layak) ini selain menyediakan sarana dan prasarana, perlu juga disiapkan guru pendidikan khusus. Satu Langkah yang paling penting, ujung tombaknya adalah SDM atau tenaga pendidik dan kepala sekolahnya. Oleh karena itu, modul-modul yang ada sekarang ini, dari dasar, lanjut, mahir bisa kita tindaklanjuti menjadi pelatihan-pelatihan agar ada GPK (Guru Pendidikan Khusus) baru yang bisa mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus,” jelas Nunuk. Ia menambahkan, “Saya ingin agar anak-anak ini benar-benar belajar dengan menyenangkan di sekolah biasa.”

Penyerahan modul ini sekaligus menandai komitmen berkelanjutan Kemendikdasmen dalam membangun sistem pendidikan yang adil, inklusif, dan berkeadilan sosial—dengan guru sebagai agen utama perubahan di satuan pendidikan.