Menurut John, saat itu memang sudah ada pengelompokan berdasarkan kemampuan membaca siswa di mana di dalam setiap kelompok terdapat siswa yang kemampuannya sudah cukup baik. Siswa ini bertindak sebagai tutor sebaya bagi siswa lainnya dalam kelompok tersebut. Namun, guru jadinya hanya berfokus pada siswa ini. “Jika saya melihat tutor sebaya ini sudah bisa memahami pelajaran, saya anggap strategi pembelajaran saya sudah berhasil tanpa melihat apakah siswa lainnya sudah memahami atau belum,” kenang John.

Melalui pelatihan dan pendampingan program INOVASI, kata John, fokus ini dibalik. “Tidak ada tutor sebaya dan semua siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan mereka. Semuanya diberikan strategi pembelajaran sesuai kebutuhan masing-masing kelompok tapi yang menjadi fokusnya adalah anak-anak yang kemampuan membacanya masih rendah, seperti kelompok huruf dan suku kata,” jelas John.

Lebih jauh, John menyebutkan faktor-faktor lain yang menyebabkan rendahnya kemampuan literasi siswanya. Misalnya, guru menghabiskan terlalu banyak waktu untuk urusan administrasi pembelajaran dan penggunaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai Kurikulum 2013 (K13) yang dianggap rumit. “Jadinya, saya tidak punya waktu untuk mengembangkan teknik-teknik pembelajaran yang efektif, hanya fokus mengajar sesuai apa yang ada di RPP. Sementara RPP itu tidak melihat aspek perbedaan kemampuan siswa.”

Ini membuat pembelajaran di kelas John masih berpusat pada dirinya. Ia juga tidak menggunakan alat bantu selain buku paket. Ini menyulitkan dirinya untuk mengajak para siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

Selama penerapan program INOVASI di SD Negeri Lindi, John menggunakan berbagai macam media pembelajaran seperti kartu huruf, kartu kata, gelas kata, kompas huruf, dan permainan ular tangga. Sebagian media ini dikembangkan sendiri oleh John dari hasil pelatihan bersama INOVASI. Anak-anak yang dulunya hanya dikenalkan dengan lambang huruf, kini juga sudah mengenal bagaimana huruf dibunyikan sehingga lebih cepat bisa membaca kata.

Kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) pun mengalami perubahan. Dari yang sebelumnya berbasis gugus dan tidak berkala, kini berbasis komunitas dan diadakan secara reguler. Konten pembahasannya pun tidak lagi hanya berfokus pada perangkat pembelajaran seperti Program Tahunan (Protap), Program Semester (Promes), dan RPP tapi juga pada bagaimana mendesain strategi pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa. Ini termasuk media pembelajaran dan skenario pembelajaran yang lebih sederhana.

Dampak yang terlihat jelas dari program Literasi Kelas Awal bersama INOVASI, kata John, adalah meningkatnya semangat dan keaktifan siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Selain itu, jumlah siswa yang sudah bisa membaca lancar juga meningkat dibanding dengan kelas 3 di tahun-tahun sebelumnya. Pemahaman mereka terhadap bacaan pun kini jauh lebih baik.

Bagi dirinya dan rekan guru lainnya, John mengatakan, “Saya dan teman-teman guru lainnya jadi lebih semangat untuk terus belajar – meningkatkan kemampuan mengajar kami.” Mereka juga lebih kreatif dalam mengembangkan media pembelajaran yang sesuai kemampuan siswa. “Itu semua dilakukan sejalan dengan K13,” kata John.

Pada praktiknya, menurut John, mengintegrasikan metode-metode yang ia pelajari selama pendampingan program INOVASI tidaklah sulit. Kendati demikian, John mengaku penyesuaian tertulis pada RPP K13 masih menjadi kendala baginya.