Sebagai dukungan terhadap kebijakan tersebut, INOVASI telah membantu mensosialisasikan dan melakukan pelatihan kurikulum beserta modulnya ke sekolah-sekolah di kabupaten mitra di Provinsi NTT di akhir 2020 lalu. Menindaklanjuti kegiatan tersebut, INOVASI mempilotkan Kurikulum Khusus di tiga kabupaten di Pulau Sumba yaitu Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya khususnya untuk penggunaan modul literasi dan numerasi.

Untuk membantu penerapan pilot tersebut, sebanyak 20 fasilitator daerah (fasda) telah direkrut dari ketiga kabupaten. Fasda terdiri dari guru, kepala sekolah, dan pengawas. Beberapa di antaranya adalah Fasda yang telah bergabung sejak Fase I. Pembekalan mereka dilakukan melalui Training of Trainers (ToT) yang diadakan selama dua hari, 5-6 Maret 2021 secara daring. TOT yang bertajuk Pola Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19 ini bertujuan membedah Kurikulum Khusus, terutama penggunaan modul guru, orang tua, dan siswa, serta untuk mengetahui tantangan dan kesiapan penerapannya di lapangan.

Manajer Provinsi INOVASI NTT, Hironimus Sugi, dalam pelatihan tersebut menegaskan bahwa meskipun masih berada dalam situasi pandemi COVID-19, pendidikan yang berkualitas tetap harus diupayakan dan diwujudkan. “Meskipun tertatih-tatih, kita semua harus mewujudkan pendidikan yang dapat diakses oleh anak-anak kita. Saat sosialisasi Kurikulum Khusus Oktober-November 2020 lalu, berbagai tantangan yang dihadapi guru dalam penerapannya mengemuka seperti mengakses dan memperbanyak modul. Persoalan tersebut sedang kami upayakan solusinya. Sekarang, yang menjadi harapan kita adalah Kurikulum Khusus diterapkan di sekolah atau minimal, memfasilitasi pembelajaran dari rumah,” katanya.

Hironimus melanjutkan bahwa para guru yang telah dilatih sebagai fasda INOVASi merupakan perpanjangan tangan program kemitraan antara Pemerintah Australia dan Indonesia. “Harapan saya semoga para fasda dapat mencatat berbagai kendala maupun keberhasilan yang terjadi, untuk menjadi masukan bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat bagi kebijakan berikut, terutama jika pandemi terus berlanjut,” ujarnya.

Pelatihan tersebut menghadirkan narasumber dari Yayasan Literasi Anak Indonesia (YLAI) yang merupakan salah satu tim penyusun modul Kurikulum Khusus dan juga mitra INOVASI Fase I. Selama pelatihan, peserta mendiskusikan bagaimana penerapan modul-modul pembelajaran tersebut, serta menjelaskan berbagai tantangan dan kendala sesuai kenyataan di lingkungan kerja masing-masing.

Modul untuk orang tua menjadi bahan diskusi yang cukup padat. Menurut para fasda, pendidikan anak merupakan tanggung jawab bersama. Guru, orang tua dan pemerintah wajib berkolaborasi demi memastikan anak-anak memperoleh pendidikan yang memadai dalam situasi apapun. Kehadiran modul untuk orang tua sangat penting sebab di masa pandemi siswa lebih banyak belajar di rumah. Karenanya, orang tua membutuhkan modul sebagai panduan untuk memahami alur pelajaran anak-anaknya, perkembangan pembelajaran serta hal-hal yang perlu disediakan demi kelancaran pelajaran. Dengan adanya modul orang tua, diharapkan proses belajar anak akan berjalan lebih baik, meskipun frekuensi kegiatan tatap muka di sekolah lebih sedikit.

Namun demikian, banyak kendala yang ditemui seperti waktu orang tua yang terbatas untuk mendampingi anak-anaknya belajar, kemampuan literasi dasar orang tua, ketersediaan gawai, kemampuan menggunakan teknologi, ketersediaan akses internet serta pendekatan yang perlu dilakukan para guru kepada orang tua demi mengenalkan modul bagi orang tua.

Profesi orang tua yang beragam membuat ketersediaan waktu mereka untuk mendampingi anak-anak dalam belajar tidak menentu dan tidak sama. Terkait kemampuan literasi dasar, selain masih terbatas, kemampuan orang tua untuk mentransfer pengetahuan kepada anak-anaknya masih minim. Terkait pendekatan kepada para orang tua tentang adanya modul pembelajaran bagi orang tua, para fasda menyepakati bahwa perlu dilakukan pendekatan langsung berupa pertemuan di sekolah, di titik kumpul tertentu dan kunjungan rumah. Hal tersebut harus dilakukan untuk memastikan orang tua memahami tugas dan kewajibannya untuk mendukung dan mendampingi anak-anaknya saat belajar, dan bukan mengerjakan tugas para siswa.

Lebih lanjut, tantangan lain terjadi di lapangan adalah bahwa sebagian besar sekolah di Kabupaten Sumba Barat Daya, Sumba Barat dan Sumba Tengah masih menerapkan Kurikulum Tahun 2013 (K13). Karenanya muncul sejumlah pertanyaan terkait peralihan K13 ke Kurikulum Khusus, termasuk soal bahan ajar dan waktu yang dianggap sudah sangat sempit karena sebentar lagi waktu ujian tengah semester. Selain itu terdapat anggapan bahwa penerapan Kurikulum Khusus dapat memengaruhi pengetahuan siswa mengingat tidak semua kompetensi dasar (KD) dalam K13 diterapkan dalam Kurikulum Khusus.

Menanggapi tantangan dan anggapan tersebut, Manager Program YLAI, Fourgelina menjelaskan bahwa Kurikulum Khusus perlu dipahami sebagai solusi dalam masa pandemi. “Sebab dalam masa setahun terakhir ini, kesempatan siswa untuk mendapatkan pelajaran di sekolah sangat terbatas. Meskipun di beberapa wilayah masih dilakukan kegiatan belajar langsung atau tatap muka di sekolah, tentu waktu yang diizinkan tidak sebanyak dulu. Siswa lebih banyak belajar dari rumahnya masing-masing. Karena itulah Kurikulum Khusus ini akan sangat membantu orang tua, siswa dan guru. Melalui Kurikulum Khusus ini, siswa akan tetap memperoleh pelajaran sesuai kompetensi dasar prioritas,” jelasnya.

Fourgelina menyatakan bahwa fasda INOVASI perlu memberikan pelatihan bagi para guru untuk menjembatani peralihan kurikulum tersebut. Sementara kondisi orang tua perlu dipetakan agar penyampaian tentang modul orang tua dapat dilakukan dengan baik. Komunikasi yang dilakukan haruslah komunikasi positif dengan menghindari konflik dengan orang tua.

Sementara terkait KD dalam Kurikulum Khusus, Fourgelina menyatakan bahwa karena masa pandemi, maka pembelajaran harus disesuaikan dan kontekstual, sesuai tingkat kesiapan anak karena tidak semua KD dalam K13 dapat tercapai, maka ditetapkan KD esensial dan prasyarat dalam Kurikulum Khusus.