Hal ini diperlukan agar para peserta didik bisa memahami materi yang diajarkan guru, salah satunya dengan memanfaatkan media bantu pembelajaran. Media ini memang beragam bentuknya, tetapi akan menjadi menarik jika media ajar yang digunakan guru berasal dari lingkungan sekolah sendiri, sebagaimana yang dilakukan para guru kelas awal di SD Inpres Ndapa Taka, Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dengan segala keterbatasan yang ada, para guru kelas awal di sekolah itu kemudian menciptakan cara mudah berhitung dengan menggunakan media ajar berupa tutup botol, potongan balok bekas yang diambil dari bengkel kayu, dan biji-bijian yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar sekolah dan rumah siswa.

Barang-barang tersebut dikumpulkan dan digunakan dalam pelajaran berhitung di kelas. Selain itu, juga digunakan untuk mengenalkan bangun ruang dan untuk keperluan membaca.

Walaupun terkesan sederhana, inovasi berhitung dengan bahan lokal yang diterapkan ini nyatanya telah memberikan dampak yang cukup signifikan. Salah satunya adalah meningkatnya minat peserta didik dalam pelajaran berhitung. Hal ini sangat berbeda dengan sebelum pemanfaatan media tersebut di mana anak-anak terkesan diam dan tidak menunjukkan minatnya mengikuti pelajaran berhitung. Bukan hanya siswa, para guru pun kini merasa kemampuan mengajarkan muatan matematika mereka meningkat.

Guru-guru belajar bagaimana menerapkan pembelajaran yang aktif dengan strategi MiKIR yang terdiri dari Mengalami, Interaksi, Komunikasi, dan Refleksi. Pembelajaran yang sebelumnya hanya klasikal, kini divariasikan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari siswa yang memiliki tingkat kemampuan yang sama.

Hal ini seperti dijelaskan oleh Nengsy Puspita N. Henuk yang mengajar di kelas 2. “Kelompok yang dibentuk disesuaikan dengan kemampuan siswa. Kelompok-kelompok ini memungkinkan para siswa untuk menerapkan pembelajaran MiKIR dan menjadi lebih aktif.” Selain itu, kata Nengsy, ia juga memberi kesempatan kepada peserta didik yang kemampuannya masih kurang untuk tampil di depan kelas. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri siswa.

“Di kelas saya, muatan pelajaran matematika diajarkan selama 6-8 jam seminggu. Kehadiran program INOVASI di sekolah kami benar-benar sangat membantu kami dalam menyampaikan pembelajaran, khususnya terkait numerasi,” ungkap sarjana pendidikan guru ini.

Senada dengan itu, Cornelia Ina Iki yang merupakan Kepala Sekolah SD Inpres Ndapa Taka mengatakan bahwa penggunaan media seperti itu telah membuat anak-anak antusias dalam belajar. “Sekarang anak-anak begitu antusias. Saat kami mulai melakukan perhitungan menggunakan balok, siswa jadi lebih aktif dan cepat paham,” kata Cornelia yang juga Fasilitator Daerah (Fasda) untuk program Numerasi Kelas Awal ini.

“Jika dulu kami menggunakan metode lama seperti mengenal angka dan berhitung di papan tulis ataupun dengan metode lainnya yang kami pikirkan sendiri, sekarang kami melakukan inovasi seperti ini (menggunakan benda nyata sebagai alat bantu belajar).

Selama ini kan, kami sebagai guru berpikirnya begitu rumit. Selalu berpikir alat ajar itu harusnya dibeli tapi nyatanya bisa kita ciptakan sendiri karena ada di sekitar kita. Tidak hanya balok tapi juga pot bunga, dedaunan, lidi, dan sejumlah barang lain bisa dijadikan media untuk mengajarkan anak berhitung,” lanjutnya.

Cornelia mengaku keseharian siswa yang akrab dengan benda-benda itu adalah inspirasi baginya dan para guru untuk memanfaatkannya dalam pembelajaran. Dari pengalamannya tersebut, Cornelia belajar bahwa ilmu itu tidak datang dari guru semata. “Kami jadi sadar ilmu itu bisa juga datang dari murid. Mereka menunjukkan kita bagaimana mereka seharusnya belajar,” pungkasnya.