Dalam memperingati Hari Orang Tua Sedunia, kita merenung bukan hanya sebagai pengamat, tetapi juga sebagai anak dan orang tua. Di Jawa Barat, kita mendengar gema kisah dari para orang tua yang mengubah keterasingan menjadi kebersamaan, hambatan ekonomi menjadi ketangguhan, dan membuktikan bahwa pendidikan tidak mengenal batas. Mereka adalah pahlawan sehari-hari, yang mengubah rintangan menjadi peluang bagi anak-anak mereka.

Dari Perkebunan ke Ruang Kelas

Beberapa hari dalam seminggu, Suharmat, ketua komite orang tua, mengendarai motornya menyusuri jalanan berbatu menuju sebuah sekolah dasar kecil di pedesaan. Terletak di bawah kaki gunung, sekolah mungil ini hanya melayani 28 siswa dengan tujuh guru, berjarak 30 kilometer dari kota terdekat di Sumedang, Jawa Barat, di tengah hutan yang masih alami.

Puluhan tahun lalu, Suharmat menapaki jalur sejauh 8 kilometer itu setiap hari sebagai murid. Kini, ia memastikan anak perempuannya memiliki akses pendidikan yang lebih baik—meski hanya dengan bantuan tumpangan motor, bukan berjalan kaki sendirian seperti dulu.
Sebagai pekerja perkebunan dan alumni sekolah yang sama, Suharmat sangat memahami tantangannya.

“Dulu orang tua saya tidak punya kendaraan. Saya jalan kaki sekitar 8 kilometer pulang-pergi setiap hari,” kenangnya. “Sekarang saya bisa antar anak-anak naik motor—meski mereka tetap jalan kaki pulang.”

Namun, visi Suharmat melampaui sekadar akses transportasi. Ia bermimpi mengubah rumah tua di samping sekolah menjadi perpustakaan yang layak. Kepemimpinannya mencerminkan sesuatu yang mendalam—orang tua di daerah terpencil yang bersatu, menuntut bukan hanya akses pendidikan, tetapi juga buku dan sumber belajar yang berkualitas bagi anak-anak mereka.

Menulis Ulang Peran Tradisional

Sementara itu, di sebuah desa nelayan di pesisir Cirebon, Jawa Barat, para ayah diam-diam mendefinisikan ulang makna menjadi orang tua dalam komunitas tradisional. Di sini, para pria tidak hanya menangkap ikan—mereka juga meluangkan waktu untuk membantu anak-anak mereka belajar, meski setelah seharian bekerja di laut.

Yanti, yang menghabiskan pagi hari mengupas kepiting dan siang hari mengurus rumah tangga, menggambarkan ritme keluarganya: “Pagi saya kerja ngupas kepiting, siang nyuci baju, lalu masak buat keluarga—jadi malamnya saya sudah capek. Malam hari, Hanif (anak saya) belajar sama bapaknya.”

Suaminya, Kasim, menjadi contoh ayah masa kini. Sepulang dari laut atau setelah menjual ikan di pasar, ia duduk bersama anaknya yang duduk di kelas tiga SD beberapa kali seminggu, membantu mengerjakan PR dan pelajaran. Pola ini juga terlihat di rumah tangga lain di desa tersebut, seperti Disya, siswa kelas enam yang dibimbing oleh ayahnya—seorang lulusan universitas.

“Disya selalu juara di kelas,” kata ibunya, Nenti. “Dia belajar sama bapaknya tiap malam karena bapaknya lebih paham pelajaran. Walaupun saya jarang bantu belajar, kami berharap Disya bisa sekolah setinggi-tingginya.”

Orang Tua sebagai Kekuatan Kolektif

Apa yang terjadi di Sumedang dan Cirebon bukanlah pengecualian, melainkan cerminan kekuatan tersembunyi yang menggerakkan pendidikan di daerah terpencil. Meski menghadapi berbagai hambatan dalam mengakses bantuan pendidikan, para orang tua bangkit, berbagi tanggung jawab, dan membangun ekosistem pendidikan yang berkelanjutan.

Di Sumedang, para orang tua bekerja sama—dari antar-jemput anak ke sekolah hingga mengubah rumah kosong menjadi dapur sekolah. Di Cirebon, para ayah saling berbagi tips tentang cara membantu anak belajar setelah melaut. Upaya akar rumput ini menunjukkan bahwa solusi berbasis komunitas bisa melampaui hambatan sistemik.

Dari Suharmat yang kini memimpin komite sekolah di desanya, hingga Raskim dan para ayah nelayan lainnya yang menembus batas peran tradisional demi masa depan anak-anak mereka—kisah-kisah ini mengingatkan kita bahwa kemajuan pendidikan dimulai dari satu keputusan mendasar: untuk tidak menyerah.

Di Hari Orang Tua Sedunia ini, kita menghormati semua ibu dan ayah—mereka yang melampaui kesulitan dan tradisi demi menjadikan pendidikan sebagai misi bersama. Ketika orang tua tidak menyerah, anak-anak mereka pun tidak akan menyerah.