Ditulis oleh: Dian Kusuma Dewi

Di dusun bernama Rajaka di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, Selvita Triyonani, berjalan menyusuri jalan berlumpur. Sebagai kepala sekolah SDN di wilayah itu, kunjungannya pagi itu bukan rutinitas biasa. Ia sedang menuju rumah dua bersaudara, Merry dan Jessika – dua anak yang lamban belajar dan berisiko tertinggal pelajaran. Selvita datang untuk mendengarkan, memahami, dan membantu orang tua mereka menyadari bahwa setiap anak – apapun kondisinya – berhak mendapatkan kesempatan untuk belajar, tumbuh, dan berkembang.

“Banyak yang mengatakan kalau anak berkebutuhan khusus seharusnya tidak sekolah,” kenangnya. “Bahkan ada yang menganggap anak-anak itu harus disembunyikan, karena membawa aib bagi keluarga.” Bertekad untuk mengubah cara pandang tersebut, Berbekal pengalamannya mengajar anak berkebutuhan khusus dan pelatihan soal pendidikan inklusif yang diterimanya, ia mulai memimpin sekolah pada 2023, meski stigma soal sekolah inklusif masih melekat erat.

Selvita pun menggandeng perangkat desa, mengajak warga berkumpul dan berdialog. Perlahan-lahan, upayanya membuahkan hasil; pandangan masyarakat mulai berubah. Orang tua yang dulu menahan anaknya di rumah, kini mengijinkan mereka bersekolah. Pesan yang Selvita gaungkan tersampaikan jelas: inklusi bukanlah bentuk kedermawanan, melainkan hak anak.

Selvita juga menguatkan kapasitas guru-guru di sekolahnya. Melalui Kelompok Kerja Guru (KKG), ia mengajak para guru untuk belajar bersama tentang pendidikan inklusi. “Saya ingin berbagi ilmu yang saya miliki. Menurut saya, guru harus dibekali dengan pemahaman pendidikan inklusi. Kalau tidak, anak-anak, meski sudah sekolah tapi tetap tidak mendapatkan haknya dengan baik,” jelasnya. Aksinya ini juga mencerminkan semangat juang R. A. Kartini – membawa cahaya ke tempat yang paling membutuhkan.

Mendukung Pahlawan Lokal dengan Data dan Dukungan

Selvita tidak berjalan sendiri. Visi R. A. Kartini mengajarkan kita bahwa pendidikan, khususnya bagi perempuan, adalah fondasi perubahan. Di Indonesia, program Kemitraan Australia-Indonesia, INOVASI bekerja sama dengan sekolah dan pemerintah daerah untuk memperkuat pendidikan inklusif dari akar rumput. Inti dari upaya ini adalah memastikan bahwa tidak ada satupun anak yang tertinggal, dan bahwa keputusan yang tepat harus diawali dengan data yang akurat. Melalui sistem Profil Belajar Siswa (PBS), para guru belajar mengidentifikasi bukan hanya kondisi medis, tetapi juga hambatan fungsional – misalnya kesulitan mendengar, berbicara, bergerak, atau bersosialisasi – yang bisa mengganggu proses belajar. Sejak 2019, PBS telah menjangkau lebih dari 11.000 siswa di sekitar 2.300 sekolah dan madrasah, sehingga para guru bisa menyusun strategi pembelajaran yang lebih tepat dan pemerintah daerah pun dapat mengalokasikan sumber daya dengan lebih efektif. Bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, INOVASI kini tengah menguji coba model pendidikan inklusif berbasis PBS di empat kabupaten: Bogor dan Cirebon di Jawa Barat, Lombok Timur di NTB, dan Bulungan di Kalimantan Utara. Model ini membuktikan bahwa ketika data dijadikan landasan, perubahan bisa dimulai dari tingkat kelas hingga kebijakan lintas sektor.

Kepemimpinan Selvita sebagai seorang pendidik perempuan, telah mengubah SDN Rajaka menjadi lebih dari sekadar sebuah sekolah – sekarang sekolah itu menjadi mercusuar perubahan. Dengan dukungan dari lembaga kemanusiaan YAPPIKA – ActionAid, sekolah ini telah mendapatkan pelatihan bagi para guru dan secara resmi dijadikan sekolah percontohan inklusif pada Mei 2022. Meski perjalanan transformasinya menghadapi tantangan – para guru tetap berusaha memenuhi beragam kebutuhan siswanya.

Di Hari Kartini ini, mari kita rayakan perempuan-perempuan seperti Selvita – yang memimpin dengan penuh empati, menantang pandangan lama, mengetuk dan membuka pintu yang sebelumnya tertutup. Kisah Selvita mengingatkan kita bahwa kepemimpinan tidak selalu harus keras. Kadang, kepemimpinan adalah ketukan di pintu rumah. Keteguhan hati untuk terus berusaha. Keyakinan bahwa setiap anak, tanpa kecuali, berharga. Hal-hal itulah yang menjadi cikal bakal perubahan.