
Berprofesi sebagai petani dan kuli bangunan di siang hari, Asuddin berganti peran menjadi pahlawan literasi di sore hari; membaca, menggambar, dan membaca Quran bersama anak-anak di Lombok Utara. Sejak 2018, “Perpustakaan Keliling Berugak Lombok” miliknya menjadikan sudut desa sebagai negeri pembelajaran.
Misi Asuddin di mulai ketika ia menjumpai bahwa banyak anak – terlepas dari latar belakangnya – yang putus sekolah akibat kemiskinan, memiliki dukungan orang tua yang terbatas, serta sulit menulis dan membaca. Meski hanya lulusan SMP, Asuddin menampik untuk melihat hal tersebut sebagai penghalang untuk belajar dan memastikan bahwa anak-anak di Desa Bayan memiliki pemahaman yang sama. “Bapak hanya ingin mereka mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang lebih baik dari Bapak,” tuturnya.
Kesenjangan Literasi
Di daerah terpencil seperti Desa Bayan, anak-anak susah payah untuk membaca. Lebih dari 49 sekolah dasar di Lombok Utara memiliki capaian literasi ‘Kurang’ – mencerminkan permasalahan pendidikan yang nyata di Kabupaten. Keterpencilan dan sulitnya akses ke sekolah menghambat pembelajaran anak-anak. Kondisi ini diperparah dengan terbatasnya akses terhadap buku-buku yang sesuai dengan tingkat membaca siswa dan kurangnya kegiatan literasi di luar sekolah.
Meskipun demikian, Asuddin tetap gigih untuk mengendarai motor tuanya – terkadang mendorongnya di atas jalanan berlumpur – untuk membawa perpustakaan keliling dan antusiasmenya ke anak-anak di Desa Bayan, juga desa lain seperti Loloan dan Karang Bajo.
“Beberapa kali saya mendorong motor saya sepanjang 8-13 kilometer di jalanan terjal dan berlumpur. Seringkali motor saya seperti ingin menyerah seperti saya.Tapi melihat anak-anak menunggu dengan antusias di sana rasanya sudah cukup membayar semuanya,” ujar Asuddin.
Jerih payah Asuddin tidak luput dari perhatian. Mulai dari masyarakat hingga pemerintah daerah mendengar mengenai kisah heroik Asuddin dan turut membantu. Kepala Desa Bayan kemudian mendirikan pos-pos baca di setiap dusun.
“Saya mendapatkan koleksi buku ini dari sumbangan orang, termasuk motor Tiger ini. Ini saya dapatkan jauh sebelum saya menjadi pegiat literasi,” jelasnya. “Kegiatan literasi ini juga dilirik oleh Kantor Bahasa NTB dan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) NTB, dan mereka ingin membantu”
Desa Bayan Bercahaya: Menumbuhkan budaya literasi di luar sekolah
Di Desa Bayan, INOVASI bermitra dengan pemimpin daerah, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat untuk menumbuhkan ekosistem literasi yang kolaboratif – yang menjangkau jauh melampaui sekolah. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kompetensi literasi anak usia sekolah dan minat baca masyarakat, dari anak-anak hingga orang tua. Dalam ekosistem ini, kemitraan tersebut menginisiasi kegiatan-kegiatan seperti pemetaan masalah literasi dan penyusunan pedoman teknis untuk perpustakaan keliling “Posyandu Literasi Barugak” yang dipelopori oleh Asuddin, mulai dari menyiapkan tempat membaca, mengelola koleksi buku, melatih relawan, dan mengamankan pendanaan untuk menjaga agar kegiatan tetap berjalan secara berkelanjutan.
Dalam ekosistem ini, komunitas literasi diberdayakan untuk melakukan penilaian kemampuan membaca anak. Di saat bersamaan, para orang tua mendampingi anak-anaknya di rumah. Dengan menyelaraskan kegiatan di sekolah dan rumah, semua anak tanpa terkecuali mendapatkan praktik dan dorongan yang dibutuhkan untuk memperoleh kepercayaan diri dalam literasi. Pada 13 Januari 2025, Kabupaten Lombok Utara merayakan peluncuran “Desa Bayan Bercahaya”, yang menjadikan Desa Bayan sebagai desa pertama dan satu-satunya di Provinsi NTB yang menjadi desa literasi.