KKG Kurikulum Khusus kembali dilakukan di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) pada Sabtu, 30 Oktober 2021. KKG yang ketiga ini secara khusus membahas Tema 2 dan Tema 3 dari modul Kurikulum Khusus yang telah dibagikan kepada guru, siswa, dan orang tua di awal tahun ajaran baru 2021-2022.
Seperti KKG sebelumnya, kegiatan ini dilakukan di 3 titik dan di setiap titik diikuti oleh guru kelas awal dan kepala sekolah dari 3 SD yang berbeda. Sebanyak 56 peserta yang terdiri guru kelas awal dan kepala sekolah dari 9 SD mitra mengikuti pertemuan ini. Kegiatan difasilitasi oleh 8 fasda yang tersebar di masing-masing titik.
Di titik SD Inpres Poma, fasda Lorens Dairro Riti yang juga merupakan Koordinator Pengawas SD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sumba Barat Daya, menyampaikan bahwa dinas pendidikan akan memperluas penerapan Kurikulum Khusus ke SD lainnya di kabupaten tersebut.
“Dinas Pendidikan SBD menyikapi (penerapan Kurikulum Khusus) ini sebagai sesuatu yang baik sehingga kami akan coba replikasi di 10 gugus. Setiap gugus memiliki 20 sekolah (SD) yang kita latih untuk terapkan kurikulum yang sama. Jadi, tanggal 2 November, kami fasda TOT (Pelatihan untuk Pelatih). Setelah itu, pada 5-12 November, kami akan mengadakan KKG di sekolah-sekolah lainnya dengan menggunakan dana pemda,” ungkap Lorens.
Keputusan tersebut tak lepas dari perkembangan yang dihasilkan di sekolah-sekolah. Menurut Theresia Neuman Deiflore A., fasda lain yang juga turut memfasilitasi KKG di SD Inpres Poma, mengatakan bahwa sudah ada beberapa perkembangan positif dari penerapan Kurikulum Khusus di sekolah yang menjadi dampingannya.
“Gurunya itu sudah lebih kreatif, mengikuti langkah-langkah yang ada dalam modul. Mereka juga memanfaatkan berbagai bahan lokal untuk dijadikan media pembelajaran,” kata guru yang akrab disapa Ibu Esri ini.
Sementara untuk siswa, menurut Ibu Esri, penerapan Kurikulum Khusus ini membantu peningkatan kemampuan membaca mereka. Pasalnya, Mendikbudristek melalui kurikulum ini mengimbau guru untuk melakukan asesmen diagnosis untuk membantu siswa yang terdampak pandemi dan berpotensi tertinggal. Asesmen tersebut dilakukan secara berkala dan hasilnya digunakan sebagai dasar pemilihan strategi pembelajaran yang sesuai bagi para siswa.
“Kami mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan membaca mereka dan guru mendampingi mereka per kelempok dengan metode atau strategi yang membantu anak untuk bisa lebih cepat membaca. Sudah banyak (anak) yang mengenal huruf, suku kata, kata, bahkan sudah banyak anak yang bisa membaca lancar dan pemahaman,” jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh I Ketut Gede Padmanaba, guru kelas 1 pada SD Inpres Ndapataka yang mengikuti KKG di SD Masih Wee Rame. Ia mengatakan, Kurikulum Khusus ini sangat membantu guru dan siswa terutama untuk mengejar ketertinggalan pembelajaran.
“Kurikulum Khusus ini membantu kita mengejar ketertinggalan itu. Kurikulum Khusus ini sudah mencakup beberapa kompetensi yang bisa disatukan. Dalam modul itu sudah jelas urutan pembelajarannya sehingga sangat membantu guru maupun siswa. Di samping itu, siswa dan orang tua diberikan modul sehingga perpaduan orang tua dan guru dalam mendidik anak bisa dilakukan di rumah dan di sekolah,” kata guru yang biasa disapa Pak Gede ini.
Meski demikian, Pak Gede yang sebelumnya mengajar di kelas 5 ini mengaku ada sejumlah tantangan yang ia hadapi. “Karakter siswa kelas 5 dan kelas 1 itu berbeda. (Di kelas 1), kita harus lebih sabar mengajarkan kepada siswa terutama huruf. Bagus kalau keluarganya termasuk yang sudah melek pendidikan tapi di sini banyak yang dari keluarga yang masih kurang (melek pendidikan).
Dari hasil pemetaan awal, saya lihat perbandingan antara (2) tahun lalu kelas 1 dan yang sekarang. (Dua) tahun lalu kelas 1, pandemi belum terjadi, dalam setengah semester, siswa bisa berpindah dari huruf ke kata dan suku kata. Sekarang (karena masih pandemi dan baru mulai PTM), siswa mentok di huruf. Hanya beberapa di suku kata. Itulah yang kita kebut sekarang dengan membentuk kelompok belajar,” jelas Pak Gede.
BDR atau BDS: Tanggapan Siswa
Pada masa peralihan dari BDR (Belajar Dari Rumah) dan ke BDS (Belajar Dari Sekolah) atau PTMT (Pertemuan Tatap Muka Terbatas), siswa dari beberapa sekolah mengungkapkan pendapatnya terkait kedua moda pembelajaran.
Apsalom, siswa kelas 3 di SD Negeri Lokory di Kabupaten Sumba Barat mengaku senang bisa kembali berjumpa dan belajar bersama teman-teman dan gurunya. “Senang, karena ketemu teman-teman dan guru,” katanya. Selama pandemi, Apsalom belajar dari rumah tetapi sempat ke sekolah beberapa kali untuk mengambil tugas.
Yeni, ibu Apsalom, mengatakan bahwa adanya modul literasi dan numerasi sangat membantunya dalam mendampingi anaknya saat belajar di rumah. “Awalnya, saya kesulitan untuk bimbing anak saya menggunakan modul ini. Namun, setelah membaca modul ini, saya mengikuti karena ini sangat gampang sekali karena orang tua punya peran khusus. Karena anak saya sudah bisa membaca, jadi gampang sekali mengikuti langkah-langkah yang ada dalam modul Kurikulum Khusus ini,” ungkap Yeni.
Beda lagi dengan Michele, siswa kelas 3 di SD Katolik Marsudirini di Kabupaten Sumba Barat Daya. Michele mengaku senang belajar di rumah dengan bimbingan orang tuanya, terutama oleh bapaknya, Amos. Namun, ia juga tidak memungkiri keinginannya bertemu dengan teman-temannya. “Dua-dua,” jawab Michele saat diberikan pilihan antar belajar di rumah dengan bimbingan orang tuanya dan belajar di sekolah bersama teman-teman dan gurunya.
Amos mengatakan selama pembelajaran berlangsung di rumah, ia biasanya menghabiskan waktu sekitar 2 hingga 3 jam di pagi hari untuk mendampingi Michele dan anak-anaknya yang lain belajar. Demikian juga di malam hari.