
Pandemi Covid menjadi masa yang berat untuk para guru, demikian juga yang dialami oleh Siti Supaidah, S.Pd Guru SDN Sukokerto 1 Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Sebagai Guru Pendamping Khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SDN Sukokerto 1, Supaidah terbiasa berinteraksi dengan mereka secara langsung dan belajar bersama di sekolah. Namun saat pandemi, hal tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan, apalagi Kabupaten Probolinggo sempat masuk dalam zona merah.
“Sejak Kabupaten Probolinggo dinyatakan zona merah, praktis seluruh siswa tidak diperkenankan ke sekolah. Awalnya saya mencoba melakukan pembelajaran secara daring menggunakan aplikasi zoom tetapi ternyata kegiatan daring ini tidak membuahkan hasil yang bagus. Ada sebagian besar orang tua siswa tidak memiliki ponsel berbasis android yang memiliki aplikasi zoom. Kalaupun peserta didik dapat menggunakan aplikasi zoom, peserta didik tidak akan pernah bisa berkonsentrasi mendengarkan instruksi guru sehingga acara pembelajaran menggunakan zoom pun gagal,” keluh Supaidah.
Setelah berdiskusi dengan kepala sekolah dan sesama guru pendamping khusus, akhirnya para guru yang mendampingi siswa yang berkebutuhan khusus memutuskan untuk tetap melaksanakan pendampingan secara langsung ke rumah siswa meskipun tidak setiap hari.
“Saya bersama-sama dengan guru pendamping khusus yang lain saling berbagi area titik kunjungan untuk melaksanakan pembelajaran luring. Kami lakukan kunjungan seminggu 2x ke rumah siswa atau berkumpul di musholla dan masjid terdekat dari rumah siswa, di mana 4-5 peserta didik dapat datang ke musholla atau masjid tersebut untuk belajar,” terangnya.

Setelah melaksanakan pembelajaran luring, Supaidah baru menyadari bahwa hampir seluruh siswa yang berkebutuhan khusus mengalami penurunan dalam kemampuan belajar. Hal ini dapat disimpulkan dari Profil Belajar Siswa (PBS) yang diterima siswa pada awal masuk sekolah sebelum pandemi terjadi.
“PBS sangat bermanfaat karena dengan melihat lembar hasil PBS, saya dan para guru lainnya bisa melakukan penilaian pada kondisi pandemi, seperti sekarang kemampuan belajar siswa menurun dibandingkan sebelum pandemi, dan penurunan tersebut terukur,” ungkap Siti Supaidah. Misalnya saja, dulu ada salah satu siswa yang sudah bisa mengenal alfabet namun sekarang dia sudah lupa karena kurangnya latihan di rumah.
Selain melaksanakan pembelajaran luring, Supaidah juga melaksanakan pendampingan kepada orang tua agar mereka lebih telaten dan sabar mendampingi anak-anak mereka di rumah. Penugasan yang diberikan oleh Supaidah kepada siswa juga lebih ditekankan kepada kecakapan hidup seperti belajar menyapu, membersihkan halaman, mencuci piring, memasak dan sebagainya sehingga orang tua juga tidak mengalami kesulitan mendampingi anaknya.
Selain itu, ada pula penugasan kolaborasi antara siswa dan orang tua seperti membuat wastafel portable dari ember atau tempat cat bekas yang dipasang kran. Kegiatan ini dilakukan bersama antara anak-anak dan orang tua masing-masing di rumah. Selanjutnya, Supaidah meminta siswa agar membiasakan diri mencuci tangan di setiap aktivitas mereka setiap hari untuk menjaga kesehatan.

Supaidah berharap pandemi ini segera berakhir, supaya siswa-siswa yang berkebutuhan khusus dapat kembali lagi belajar seperti sedia kala.