Beberapa estimasi menunjukkan bahwa tingkat perkawinan anak di Indonesia meningkat selama pandemi. Selain mengancam upaya pemerintah untuk menurunkan tingkat perkawinan anak hingga 8,74 persen di tahun 2024, fenomena ini akan membawa dampak serius pada penyintas perkawinan anak, keluarganya, serta masyarakat secara umum. Studi tentang perkawinan anak menunjukkan asosiasi yang kuat dengan kerentanan pada anak-anak yang terlahir di keluarga tersebut. Kerentanan ini dipercaya semakin menguat akibat memburuknya kondisi ekonomi dan penutupan layanan sosial, termasuk sekolah, selama pandemi.

INOVASI melakukan studi tentang perkawinan anak untuk memahami kerentanan anak-anak yang ibunya menikah di usia anak, selanjutnya dalam studi ini disebut keluarga perkawinan anak, serta implikasinya pada aspek pembelajaran anak selama pandemi. Pengambilan data dilakukan di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, dengan mempertimbangkan bahwa provinsi ini merupakan salah satu lokasi dengan prevalensi angka perkawinan anak tertinggi di Indonesia. Mengingat program INOVASI berfokus pada pendidikan, khususnya di tingkat dasar, maka studi hanya melibatkan keluarga yang memiliki anak-anak di sekolah yang menjadi sampel studi INOVASI. Untuk memahami kerentanan anak-anak tersebut, studi ini mengeksplorasi: (1) latar belakang orang tua keluarga perkawinan anak, (2) potensi kerentanan anak yang lahir dari keluarga perkawinan anak, dan (3) proses maupun hasil belajar anak tersebut selama pandemi.